Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Menelisik Jalur Rempah di Belitung, Dari Aceh Sampai Akhirnya Terhubung ke Arab Saudi dan India

PETABELITUNG.COM - Menilik jalur rempah di Belitung kali ini akan kita mulai dari kata kunci Aceh. Ya Aceh, Negeri Serambi Mekah. Mengapa Aceh guys?

Pertama

"Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan yang besar," demikian dilansir dalam website resmi Pemprov Aceh.

Kedua

Terdapat satu tulisan cerita rakyat tentang 7 orang penyebar agama Islam di pulau Belitung. Tulisan tersebut dibuat di Batavia 1 Desember 1889 dan dimuat ke dalam buku berjudul Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Dell XXXIV yang diterbitkan Albrecht&Rusche di Batavia 1891. Lihat awal ceritanya di bawah ini :


Ketiga

Tradisi tutur tentang kerajaan-kerajaan di Belitung, yang satu diantaranya disebut Kerajaan Buding di Kecamatan Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur.

"Berbeda dengan Kerajaan Balok dan Badau yang mempunyai asal usul dari kerajaan di Jawa, raja-raja di Buding mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Kerajaan Aceh. Menurut keterangan Andi Susanto, Ketua Adat Desa Buding, raja-raja di Buding berasal dari kalangan bangsawan di Kerajaan Aceh," 

Demikian ditulis dalam karya ilmiah berjudul Penelusuran Jejak Islam di Belitung. Tulisan ini disusun oleh Wahyu Rizky Andhifani (Balai Arkeologi Sumatra Selatan) dan Nor Huda Ali (Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang) dan dimuat dalam Paradigma Jurnal Kajian Budaya Vol 10 No. 1 (2020).

Baik, kita lanjut ya?

Oh ya, tambah satu lagi deh alasannya. Jadi semua ada empat ya.

Mengapa menggunakan kata kunci Aceh dalam menilik jalur rempah di Belitung.

Karena nama Belitong ternyata juga disebutkan dalam Hikayat Raja-Raja Pasai. Dalam hikayat yang diperkirakan ditulis pada tahun 1360 masehi itu Belitong dianggap bagian dari wilayah Ujong Tanah dari Kerajaan Samudera Pasai.

Nama Belitong dalam Hikayat Pasai. Sumber: Place-Names in the Hikayat Pasai. By R.O. Winstedt.

Jour. Straits Branch R.A. Soc, No. 77, 1917. link archive org.

Baik, cukup ya guys alasannya.

Dalam penelusuran kami tentang sejarah lada di Aceh, ditemukan istilah seuneubok lada. Istilah ini sepintas lalu sangat mirip dengan penyebutan Senyubok dalam budaya Belitong. Namun sebelum melihat sejauh apa kemiripannya, kita ulas dulu mengenai seuneubok lada di Aceh ya.

Kami tiba di istilah tersebut dalam sebuah tulisan berjudul Etimologi Nama Gampong di Aceh oleh T.A. Sakti, seorang peminat sejarah dan sastra Aceh. Tulisan itu dimuat di Serambinews.com 2015 lalu. Istilah seuneubok lada disebutkan dalam kisah asal usul nama Gampong Lama Inong di Aceh Selatan.

Teryata istilah seuneubok banyak digunakan sebagai nama Gampong di seantero Aceh. Satu contoh yakni Seuneubok Aceh di kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang, provinsi Aceh. Kemudian kami cari arti dari istilah Seuneubok tersebut. Akhirnya bertemulah kami dengan Kamus Bahasa Aceh Indonesia Seri 1 A-L yang disusun tahun 1981 dan diterbitkan tahun 1985. Singkat kata, arti Seuneubok adalah ladang atau perkebunan.


Bagaimana cara melafalkan kata Seuneubok? Simak video dibawah ini, tepatnya pada menit 1.17.


Baik, dari Aceh kita akan berlayar ke Belitung dan menjelajahi informasi dalam peta-peta kuno. Dalam peta Cornelis de Groot tahun 1887 terdapat dua nama Sinjobok (Sinyobok). Satu untuk nama sungai di aliran sungai Jangkat yang bermuara ke Sungai Buding. Sedangkan nama Sinjobok satunya lagi nama kampung yang sekarang dikenal dengan nama Desa Senyubok. Simak dulu petanya berikut ini :




Apakah Seuneubok dan Sinjobok adalah dua istilah yang sama? Hingga kini belum ada kepastian mengenai hal tersebut. Yang jelas, tradisi tutur tentang Kerajaan Buding mengaitkan kisahnya dengan Aceh, khusus Aceh Temiang (Tamiang). Dalam peta Belitong tahun 1887 juga ditemui sebuah anak sungai di hulu Sungai Buding dengan nama Temiang.
Asal usul nama Sinjobok pernah dibahas dalam Seminar Hari Jadi Desa Senyubuk di Gedung Serba Guna Kecamatan Kampit, Selasa (15/10/19). Hasilnya ada dua versi, yakni satu versi menyebut Senyubok berasal dari nama mata air. Dan versi kedua Senyubuk berasal dari sepasang nama anak Belanda ‘Sinyo’ dan anak Tionghoa ‘Abok’ yang tinggal di Desa Senyubuk, lama kelamaan jadilah Senyubok.

Dalam glosarium Cornelis de Groot (1887), dicatat kata Sinjo (baca: Sinyo). Menurutnya kata Sinyo berasal dari bahasa Jawa yang artinya pria muda, juga keturunan setengah Eropa. Sayang tidak terdapat kata Sinjobok atau Senyubok dalam glosarium tersebut.

Bila memang kata Senyubok di Belitung berarti kebun atau perkebunan seperti halnya seuneubok di Aceh, maka kebun apa yang geranganya dimaksud? Apa kebun lada? Atau kebun rempah lainnya? Penelitian lebih lanjut masih harus dilakukan. Namun yang jelas di Belitong terdapat sejumlah nama tempat yang namanya berasal dari tanaman rempah. Contohnya sungai Pala dan sungai Kemiri di Teluk Balok. Selain itu, tak jauh dari sungai kecil Sinjobok di aliran sungai Jangkat, anak sungai Buding terdapat bukit Kemiri (lihat peta di atas).

Apakah nama-nama rempah dalam lanskap Belitong tersebut menunjukkan komoditas unggulan perkebunan di Belitong pada masa lalu? Kami belum menemukan refrensi yang tepat untuk menjawabnya. Yang jelas laporan Jan de Harde tahun 1668 menyebutkan komoditas utama perdagangan dari Belitong pada masa itu adalah besi, kulit penyu, lilin, kayu-kayuan, sarang burung, dan damar. Laporan perdagangan dari Belitung yang dicatat Batavia pada kurun tahun 1640-1665 juga tidak menyebutkan komoditi rempah di dalamnya.

Selesai di Senyubok, kita berangkat agak ke hulu dari Sungai Jangkat, anak Sungai Buding. Di sana terdapat sungai kecil yang namanya menarik perhatian kami. Namanya sungai Bideh. Lokasinya tampak berdekatan dengan Gunong Rum, di sebelah utara tepatnya. Nama Bideh tampak asing di telinga dan jarang terdengar dalam kebudayaan Belitong. Maka itu seperti biasa kami akan mencarikan padanannya lewat penelusuran internet.

Hatta. Setelah kata kunci Bideh diketik di Google, muncullah pada urutan pertama sebuah nama tempat bernama Bideh. Nama itu adalah nama sebuah kampung di  Padena-ye Olya Rural District, Padena District, Semirom County, Isfahan Province, Iran. Dalam aksara Persia namanya ditulis: بيده.

Mak u Mak. Kok bisa kembali ke Iran yak? Ini seperti penelusuran sebelumnya. 

Lalu kami menggunakan aksara Persia بيده itu untuk melanjutkan pencarian. Setelah diketik, ternyata hasil teratas dari penelusuran itu mengarahkan kami ke Arab Saudi. Di sana terdapat sebuah tempat bernama Lembah Bideh.

Lembah Bideh berada di Al-Qara, Wilayah Al-Baha  Kerajaan Arab Saudi. Lembah ini terletak di bagian barat daya Jazirah Arab, di pegunungan Hijaz. Terdapat sebuah bendungan kuno di lembah ini yang sejak dulu dikenal dengan Wadi Bideh.

"Dulu, Wadi Biedah berada di Tahan, salah satu lembah paling terkenal di Jazirah Arab. Itu disebutkan dalam buku-buku sejarah dan kamus geografi selama era pra-Islam dan Islam, dan di antara penulis paling terkenal yang berurusan dengan biografi lembah (Ibn Khulikan, Al-Hamdani, Yaqoot Al-Hamwi dan lain-lain). Lembah itu merupakan saluran bagi karavan perdagangan dari selatan ke utara Semenanjung Arab dan sebaliknya. Setelah masuknya Islam, tempat itu menjadi saluran bagi para peziarah dari selatan Jazirah Arab, India, Pakistan dan Afghanistan, saat konvoi mereka menuju ke Makkah dan Madinah, mulai dari Arak Bani Sar selatan ke wilayah Al-Baha ke Al-Sweisiyah di utara dan dari selatan ke desa Bathan diwakili oleh keluarga Daghman, Al-Lahmis, Al-Lahmis Al-Zarbah, Al-Zalaqi, Al-Jadalan, Al-Tazem Al-Ali, Al-Tazem Al-Qadala," demikian kutipan dari sebuah situs berbahasa Arab, www.al-madina.com.

Lokasi Lembah Bideh dalam peta Google.

Tumpukan batu jejak kuno di Lembah Bideh

Pemandangan Lembah Bideh

Pemandangan Wadi Bideh



Hasil penelusuran ini membuat kami semakin tertarik mengeksplore wilayah seputaran Gunong Rum dan Sarang Naning di Dusun Parit Gunong Desa Air Batu Buding, Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung. Satu nama yang agak asing di dalam kawasan tersebut adalah bukit Bridji (Briji). 

Kemudian kami mencoba untuk mencari padanan nama tersebut. Dan akhirnya nama tersebut mengarahkan kami ke India. Di sana terdapat sebuah tempat bernama Briji, yang terletak di wilayah Garia, selatan Kolkata, Negara Bagian Benggala Barat. Dalam bahasa Sansekerta disebut Vrji.

"Vajji (Sansekerta: Vṛji) atau Vrijji disebutkan sebagai salah satu mahajanapada utama dalam Anguttara Nikaya dan Jain Bhagavati Sutra (Saya XVM Uddesa I). Para Vajji juga disebutkan oleh Pāṇini, Kautilya dan Xuanzang," demikian keterangan dalam sebuah situs berbahasa Bengali.

Sebelumnya, Cornelis de Groot pernah menyatakan sebagian kosa kata yang digunakan oleh Orang Darat di Belitong mengandung bahasa dari Pantai Koromandel, di pesisir selatan India. Hasil penelitian mengenai situs kapal tenggelam Belitung Shipwreck juga menunjukkan dua kesimpulan mengenai asal muasal kapal tersebut. Kapal yang diperkirakan dari abad ke-9 itu disebut berasal dari Arab atau India.

"Dari analisis metode konstruksi, lambung kapal bentuk, dan bahan konstruksi itu telah secara meyakinkan menentukan bahwa bangkai kapal Belitung adalah kapal Arab atau India," ungkap Michael Flecker dalam karya ilmiahnya berjudul A Ninth-Century Arab or Indian Shipwreck in Indonesia First Evidence of Direct Trade with China.

Sementara hasil penelitian tentang jejak artefak pribadi dalam Belitung Shipwreck juga memberikan petunjuk. John Guy menyebut kapal tersebut diperkirakan ditumpangi oleh sejumlah pedagang dari Arab, Cina, India, dan Melayu. Keterangan tersebut ditulisnya dalam sebuah karya ilmiah berjudul, Late Tang Ceramics and Asia’s International Trade. Simak paragraf terakhir dalam tulisan John Guy berikut ini :

"Salah satu dari sedikit pedagang Arab yang terlibat dalam perdagangan Samudera Hindia– Cina yang catatannya kami miliki saat ini adalah Abu'l Qasim Ramisht. Dia dikenang untuk hadiah, dengan biaya pribadi yang besar, tekstil Cina untuk digunakan sebagai penutup Kakbah di Mekah, tempat suci Muslim paling suci. Kekayaan ini mengalir dari kapal-kapal yang berhasil menyelesaikan perjalanan laut terpanjang pada masanya, dari Teluk Persia ke Cina, dan sebaliknya. Kapal Belitung adalah bagian dari perusahaan besar itu,"


Oiya, foto di atas adalah ilustrasi. Foto koleksi Bapak H. Abu Hassan yang diposting oleh Guntur Primagotama di grup Facebook Belitong Tempo Doeloe, (16/8/2020). Keterangan dari H. Abu Hassan menyebutkan bahwa foto tersebut menggambarkan momen  Masa di NV. Borsumy Tanjung Pandan. Perpisahan dengan Tuan Roger 12-6-1950.

NV. Borsumy adalah perusahaan perdagangan yang membuka cabang di Tanjungpandan pada awal abad ke-20. Perusahaan yang bernama lengkap NV Borneo-Sumatra Handel-Maatschappij ini menampung berbagai komoditas perkebunan dari Belitong, termasuk lada.

Foto kanan menggambarkan petani lada di kawasan Gunong Lalang Desa Perawas, Kecamatan Tanjungpandan, Kabupaten Belitung. Foto tersebut dipotret tahun 2015 lalu saat musim panen dan harga jual lada melambung hingga 180.000 lebih per kilo.

Semoga bermanfaat.(*)


Penulis: Wahyu Kurniawan

Editor : Wahyu Kurniawan

Sumber: petabelitung.com