Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Misteri Penemuan Patung Kuno DAS Buding Belitong, Ternyata Mirip Kebudayaan Filipina dan Papua

PETABELITUNG.COM - Kisah unik terjadi saat musim kurang hujan sedang berlangsung di Pulau Belitong beberapa bulan terakhir. Sejumlah benda-benda kuno ditemukan di aliran sungai yang mengering dan mengagetkan warga.

Penemuan benda-benda kuno itu terjadi di sekitar aliran Sungai Gumba, daerah aliran sungai (DAS) Buding Kabupaten Belitung Timur. Informasinya diperoleh Peta Belitung melalui Pemerhati Sejarah Budaya Belitong Yudi Brahma, Rabu (13/9/2023).

Benda-benda yang ditemukan sangat beragam dan sebagiab besar terbuat dari kayu. Beberapa di antaranya yakni benda menyerupai patung, gasing, dayung, palu, dan kerangka perahu. Bahkan ada pula sebuah benda logam seperti kail. Simak foto-fotonya berikut ini :








Yudi mengatakan benda-benda ini ditemukan oleh warga Kelapa Kampit. Pada awalnya warga mengira benda-benda kuno itu merupakan peninggalan budaya para pekerja tambang timah dari Tiongkok pada masa kolonial Belanda yang dikenal warga dengan istilah "Cina Kuncit". Namun Yudi kemudian menjelaskan kepada warga bahwa benda-benda itu adalah jejak kebudayaan Urang Laut (Suku Laut) karena terdapat gasing, dayung, dan kerangka perahu.

Sejumlah pihak terkait sudah dihubungi oleh Yudi termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Bahkan Yudi mengaku pihak BRIN sudah mengagendakan kunjungan lapangan. Tindakan cepat dilakukan Yudi agar penemuan tersebut bisa diselamatkan dan diteliti untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

"Mudah-mudahan penemuan ini bisa selamat dan menjadi warisan kita untuk generasi mendatang," kata Yudi kepada Peta Belitung, Jumat (15/9/2023).

Sambil menunggu pihak terkait dan juga BRIN datang, ada baiknya Peta Belitung mengulas sedikit mengenai penemuan benda-benda kuno di DAS Buding. Bagian pertama yang menarik perhatian kami adalah penemuan patung-patung kayu. Ketertarikan ini dilatari ulasan kami sebelumnya dengan judul Ungkap Misteri Patong Kuno Dari Gunong Kurak Ternyata Ada Satu Yang Dibawa Ke Batavia Tahun 1875


Patung kuno yang baru ditemukan di DAS Buding berbeda dengan patung dari Gunong Kurak. Perbedaan yang mendasar adalah ukurannya yang sangat kecil dengan ketinggian kurang dari 25 cm. Namun bentuk muka kedua patung itu sepintas masih terdapat kemiripan. Maka itu kami tetap menggunakan kata kunci yang sama dalam pencarian dengan menambahkan kata yang mengindentifikan ukurannya. Kata kunci yang kami gunakan tersebut adalah "small hampatong".

Dengan kata kunci "small hampatong" di Google kami berhasil menemukan sejumlah benda dengan bentuk-bentuk yang mendekati objek kajian. Singkat kata bertemulah kami dengan buku berjudul Oceania: Art Of The Pacific Islands In The Metropolitan Museum Of Art. Buku ini dipublikasikan oleh The Metropolitan Museum Of Art di New York tahun 2007. Dalam buku itu terdapat sebuah koleksi dari Papua yang diberi nama "Ancestor Figure (Korwar)" yang artinya "Tokoh Leluhur (Korwar)". Tinggi patung Korwar itu 26 cm, sangat dekat dengan tinggi patung dari DAS Buding. Bentuk kepalanya juga mirip yaitu menyempit ke atas dan tumpul. Begitu juga bagian dagunya yang lebar dan tidak membentuk sudut yang terlalu tajam. Bagian alasnya juga mirip yakni sama-sama bulat, seperti mengikuti diamter asli kayu yang menjadi bahan bakunya.


Korwar atau karwar memiliki arti "roh orang mati". Istilah karwar digunakan untuk merujuk pada gambar kayu yang dibuat untuk menampung roh tersebut. Gambar Karwar menggambarkan nenek moyang orang tua, kakek-nenek, atau kerabat orang yang masih hidup yang baru saja meninggal dan berfungsi sebagai sarana bagi orang yang masih hidup untuk menghubungi orang mati, yang diyakini tetap terlibat aktif dalam urusan keluarga dan masyarakat. .

Ketika seseorang meninggal, pihak keluarga menugaskan seorang seniman, yang biasanya laki-laki (ahli agama), untuk membuat karwar untuk menampung arwah orang yang meninggal. Setelah karwar selesai, laki-laki tersebut memegang gambar tersebut dan, sering kali dibantu oleh anggota masyarakat lainnya, membujuk roh (rur) orang yang meninggal untuk memasukinya. Saat ru memasuki sosok itu, kekuatannya menyebabkan mon bergetar hebat dan jatuh ke tanah.

Setelah dimeriahkan, karwar dipersembahkan kepada keluarga, yang disimpan di rumahnya, dibungkus dengan tikar atau penutup lainnya, yang mereka lepaskan hanya untuk konsultasi atau penyerahan sesaji.

Sebelum melakukan segala urusan penting, atau ketika terserang penyakit atau krisis lainnya, keluarga memanggil seorang laki-laki, untuk berkonsultasi dengan leluhur melalui gambar karwar. Misionaris Belanda J. L. van Hasselt menggambarkan salah satu konsultasi tersebut pada tahun 1876:

Melalui korwar ini mereka bercakap-cakap dengan arwah orang yang telah meninggal bilamana nasihat dan bantuannya diperlukan bilamana sakit atau bahaya lainnya, untuk keberhasilan memancing teripang [teripang] atau ketika merencanakan perjalanan. Karena alasan inilah korwar dijunjung tinggi, dihiasi dengan potongan kain dan dipersembahkan tembakau, agar ia dapat disenangi. Saat mengadakan konferensi seperti itu dengan korwar, pembicara membungkuk rendah di depan gambar .... Dalam membungkuk kedua tangan direntangkan di depan dahi. Jika tidak ada sesuatu pun yang terjadi pada konsultasi tersebut, itu adalah tanda persetujuan korwar: namun jika konsultan mulai gemetar, maka itu adalah tanda sebaliknya, dan dia akan pergi dengan perasaan tidak puas. Angin yang menguntungkan, perjalanan atau pelayaran yang menguntungkan, semuanya diatur oleh orang mati.

Keterangan dari koleksi The Metropolitan Museum Of Art mengingatkan kami pada kebudayaan Orang Austronesia. Dalam proses pencarian data mengenai Orang Austronesia itu kami menemukan foto patung dengan judul "Anitos of Northern tribes". Patung itu setidaknya agak mirip sehingga kami menggunakannya sebagai kata kunci. Lalu bertemulah kami dengan kata "Anito". Dalam Wikipedia berbahasa Inggris Anito disebut mengacu pada roh leluhur, roh alam , dan dewa dalam agama rakyat asli Filipina dari zaman prakolonial hingga saat ini, meskipun istilah itu sendiri mungkin memiliki arti dan asosiasi lain tergantung pada kelompok etnis Filipina. Ini juga bisa merujuk pada ukiran figur humanoid, taotao, terbuat dari kayu, batu, atau gading, yang mewakili roh-roh ini. Dalam deskripi tersebut terdapat foto yang mirip dengan patung kuno DAS Buding. Patung ditulis dengan judul Manang wooden idols of the Mandaya people. Kemudian kami melanjutkan pencarian menggunaka kata kunci "Manang wooden idols" dan bertemulah dengan beragam patung yang mirip dengan patung kuno DAS Buding.


Salah satu foto patung Manang yang kami temukan bersumber dari postingan twitter @13thFool pada 4 Juli 2021. Foto dengan keterangan berbahasa Inggris itu menyebutkan "Mereka adalah berhala “manang” dan “manaug” dari masyarakat Manobo dan Mandaya di Mindanao. Berhala-berhala ini mempunyai kegunaan yang beragam mulai dari berhala rumah, penjaga sawah hingga jimat dalam ritual penyembuhan. Mereka dikumpulkan pada tahun 1914 oleh John M. Garvan.

Seperti yang diketahui Pulau Belitong memang memiliki hubungan sejarah budaya dengan Mindanao di Filipina. Hubungan itu berkaitan dengan keberadaan Suku Laut (Sawang) dan Lanun. Bahkan bangsa Iranun yang salah satunya mendiami Mindanao pernah berkunjung ke Belitong untuk menelusuri jejak keturunan bangsa mereka di Belitong. Sampai akhirnya diketahui bahwa Bupati Belitung Sahani Saleh adalah salah satu kuturunan bangsa Iranun yang oleh penduduk Belitong sering disebut Lanun.

Kemiripan dengan kebudayaan Papua juga tampak pada benda kayu yang menyerupai miniatur perahu. Dalam buku Oceania: Art Of The Pacific Islands In The Metropolitan Museum Of Art disebutkan bahwa benda itu dalam kebudayaan Asmat digunakan sebagai mangkuk untuk menyajikan sagu. Bentuk mangkuk itu memang di desain menyerupai perahu.


Maka dapat disimpulkan sementara patung yang ditemukan di aliran sungai Buding menunjukkan bahwa Belitong memiliki jejak kebudayaan kuno Austronesia. Sepintas patung itu memiliki pola yang mirip seperti korwar di Papua dan seperti patung Manang atau Manaug di Filipina. Ada kumungkinan ini menjadi jejak Suku Laut kuno di Pulau Belitong. Apalagi jelas dalam keterangan tentang patung Korwar disebut kaitannya dengan teripang. Seperti yang diketahui, seluruh catatan kolonial abad ke-19 menyebutkan bahwa Suku Laut Belitong adalah penangkap teripang yang handal.

Terlepas dari kajian yang dilakukan oleh Peta Belitung, patung kuno DAS Buding tetap merupakan temuan penting bagi khasanah sejarah dan budaya Belitong. Maka itu penelitian lebih lanjut dan mendalam perlu dilakukan oleh pihak terkait. Semoga bermanfaat.(*)

Penulis: Wahyu Kurniawan

Editor: Wahyu Kurniawan

Sumber: petabelitung.com