Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Benarkah Islam di Pulau Belitung Telah Berusia 1000 Tahun? Simak Penjelasannya


PETABELITUNG.COM - Menilik sejarah agama Islam di Pulau Belitung memberikan kita peluang untuk masuk ke dalam masa yang sangat lampau.
Ada beberapa hal yang membuat peluang itu tersedia.
Pertama, keberadaan situs.
Dan kedua, adalah cerita rakyat.
Pulau Belitung memiliki situs kapal tenggelam di perairan dangkal Desa Batu Hitam, Kecamatan Sijuk.
Situs tersebut ditemukan pada tahun 1998 dan hasil penelitian menunjukkan kapal tersebut merupakan kapal Arab dari abad ke-9.
Kapal tersebut diperkirakan milik seorang pengusaha dari Oman yang berangkat menuju Tiongkok pada tahun 830 masehi.
Seperti yang diketahui, saat kapal tersebut berangkat, Oman sudah menjadi salah satu negeri Islam di jazirah Arab.
Sedangkan berdasarkan identifikasi muatannya, kapal tersebut diperkirakan berawakkan orang Arab, India, Tiongkok, dan Melayu.
Beberapa peniliti kemudian menyimpulkan bahwa pulau Belitung mungkin saja telah bersentuhan dengan Islam sejak kapal itu tenggelam.
Selanjutnya pada abad ke-13, pulau Belitung kedatangan bala pasukan Kubilai Khan.
Pasukan tersebut singgah di pulau Belitung pada bulan Januari 1293 dalam rangka invasi ke Kerajaan Singhasari di pulau Jawa.
Melihat kronologisnya, pasukan tersebut tinggal hampir tiga bulan di pulau Belitung untuk memperbaiki kapal dan menyusun strategi.
Dari puluhan ribu pasukan tersebut kemungkinan terdapat sejumlah orang yang sudah beragama Islam.
Ike Mese adalah satu dari tiga jenderal yang ikut dalam invasi tersebut.
Dan Ike Mese disebut adalah orang Uyghur, yang komunitasnya sejak lama telah memeluk agama Islam.
Kisah ini berkaitan pula dengan cerita turun temurun tentang masuknya Islam di Sarang, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.
Islam di Sarang disebut disebarkan oleh para pendakwah dari Belitung yang dulu adalah bagian dari pasukan Kubilai Khan.
Simak kutipan kata KH Maimoen Zubair yang dikutip dari www.nu.or.id berikut ini :
"Cerita ini saya dengar dari abah saya. Abah saya dari kakek saya. Kakek saya dari buyut saya. Buyut saya itu dulu mengajinya di Belitung, napak tilas ke pendakwah asal Belitung. Makanya di Kecamatan Sarang ada desa Belitung," pungkasnya menegaskan bahwa orang  Belitung punya jasa besar bagi dakwah Islam di Nusantara.
Kisah selanjutnya datang dari pulau Belitung sendiri.
Terdapat satu tulisan cerita rakyat tentang 7 orang penyebar agama Islam di pulau Belitung.
Tulisan tersebut dibuat di Batavia 1 Desember 1889 dan dimuat ke dalam buku berjudul Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Dell XXXIV yang diterbitkan Albrecht&Rusche di Batavia 1891.
Dalam cerita tersebut dikatakan 7 orang penyebar agama Islam tersebut datang dari Pasai (Aceh).
Namun tidak disebutkan tahun kedatangan 7 orang tersebut.
Seperti yang diketahui, Kerajaan Samudra Pasai berdiri pada abad ke-13 dan runtuh pada awal abad ke-16.
Jadi tarikh kedatangan 7 orang penyebar agama Islam di pulau Belitung tersebut sekurang-kurangnya adalah dimulai pada abad ke-16 atau awal tahun 1500-an.
Pada abad yang sama, terdapat pula cerita tentang seorang mantri Kesultanan Banjar sekaligus penyebar agama Islam di Kutawaringin yang datang ke Belitung.
Mantri tersebut bernama Madjan Laut dan anaknya bernama Kiai Gede.
Madjan Laut diceritakan terlibat perselisihan dengan saudaranya sehingga ia memutuskan pergi dan memilih Belitung sebagai daerah tujuannya.
Latar kisah kedatangan Madjan Laut di Belitung ini disebutkan dalam Hikayat Banjar yang diterjemahkan oleh filologi Belanda Hans Ras. Namun prihal kehiduapnnya di Belitung tidak disebutkan sama sekali.
Pada tahun 1685, VOC melacak sebuah surat dari Kartasura yang ditujukan kepada seorang kepala marinir Melayu yang disinyalir menjadi pelayan Sultan Minangkabau di Belitung. Surat tersebut intinya adalah permohonan bantuan tempur untuk sebuah perang melawan VOC.
Seperti diketahui, pada abad ke-17 Minangkabau secara total telah berubah menjadi kesultanan bersendikan Islam.
Pada 31 Juli 1668 utusan VOC Jan de Harde tiba di Belitung. Dalam laporannya ia mengatakan di Belitung saat itu terdapat seorang kepala pemerintahan yang merupakan pangeran dari Palembang. Seperti yang diketahui, Kesultanan Palembang adalah sebuah kerajaan Islam yang berdiri pada tahun 1659.
Pada abad ke-18 seorang raja dari Kerajaan Sendana Mandar berangkat ke Belitung sekitar tahun 1730-an.
Sepulang dari Belitung, ia kemudian digelari dengan nama Tomatindo di Balitung.
Selain berperan sebagai raja, rakyat Sendana juga mengenal Tomatindo di Balitung sebagai seorang tokoh agama Islam.
"Sekitar tahun 1730 Tomatindo di Balitung diangkat menjadi Maradia Sendana menggantikan Ayahandanya bernama Tomappelei Gauanna. Semasih menjadi Maradia Sendana dengan perahu khusus (Bukan mengikut di perahu passa’la seperti pendapat beberapa orang), beliau bersama pengawalnya berangkat menuju pulau Belitung. Maksud kepergiannya ialah untuk menjalin persahabatan dengan kerajaan Belitung di samping mengadakan study banding untuk kemaslahatan rakyatnya di Kerajaan Sendana."
Kutipan tersebut diambil dari skripsi Deddy Setiawan yang bersumber dari buku Mengenal Mandar Sekilas Lintas karya Saiful Sindrang.
Saat usianya semakin menua, raja Tomatindo di Balitung kembali meninggalkan Sendana menuju Belitung. Kemudian ia tak pernah pulang dan oleh rakyatnya dianggap meninggal dan dikubur di pulau Belitung.
Kemudian pada abad ke-19 tulisan Cornelis de Groot mengonfirmasi bahwa seluruh orang Belitung saat itu sudah memeluk agama Islam.
Bila benar kapal Oman yang tenggelam di Batu Hitam adalah kontak pertama Belitung dengan Islam.
Maka dapat disimpulkan bahwa Islam telah berada di pulau Belitung setidaknya 1000 tahun saat Cornelis de Groot merampungkan bukunya.
Sebuah rentang waktu yang logis untuk menjadikan Belitung sebagai sebuah destinasi study banding bagi daerah lain.
Dan menjadikan Belitung sebagai penyuplai Da'i bagi daerah lain.
Namun coba perhatikan deskripsi selanjutnya dari Cornelis de Groot tentang Islam di Belitung abad ke-19 berikut ini :
"Agama adalah ajaran Nabi Muhammad, tetapi terbatas pada pamer kebanyakan. Pengetahuan seksama tentang Islam dan perhatian terhadap pelaksanaannya pada rakyat Melayu hanya sedikit. Satu-satunya Masjid berdiri di Tanjung Pandang dan pembangunannya bukan dari ketaatan agama penduduk Melayu, melainkan karena kemauan dari Kepala Daerah dan uang dari Billiton Maatschappij, yang rajin bekerjasama dengan kepercayaan berjasa kepada penduduk yang beragama Islam,".
"Penyembahan Tuhan jenis lain atau penyembahan berhala di Blitong tidak ada. Rupanya semua tertampung oleh ajaran Islam. Pengetahuan Alquran masih belum banyak. Sejak ada beberapa orang Kristen berdiam di pulau tersebut pada 1851, pengetahuan itu bertambah,"
Demikian de Groot mendeskripsikan Islam dalam bukunya Herinneringen aan Blitong yang diterbitkan tahun 1887. De Groot adalah salah satu pionir perusahaan timah Belitung yang tiba sejak tahun 1851.
Deskripsi De Groot menjadi kontradiktif terhadap catatan Islam di Belitung pada abad-abad sebelumnya yang terkesan maju.
Namun catatan De Groot perlu pula kita renungkan.
Sebab bukan rentang waktu 1000 tahun yang seharusnya kita banggakan.
Tapi mengevaluasi kondisi Islam di pulau Belitung hari-hari ini.
Apakah catatan De Groot di atas sesuai dengan kondisi pulau Belitung sekarang, atau tidak?

Penulis : Wahyu Kurniawan
Editor : Wahyu Kurniawan
Sumber : petabelitung.com

Foto master : kiri - Warga Air Saga di depan Masjid Al Barqah sekitar tahun 1910-1920. kanan - Potret seorang warga Pulau Seliu mengenakan baju gamis dan sorban. repro petabelitung.com, 2018/Achmed Viqie/Wahyu Kurniawan.