Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Kerajaan Balok - Part 2


BAB I
KERAJAAN BERBASIS INDUSTRI

Nama kerajaan Balok begitu melegenda di tengah masyarakat pulau Belitung. Prihal asal muasalnya nanti akan dipaparkan lebih lanjut dalam tulisan ini. Sebab perlu kiranya dipaparkan terlebih dulu fakta-fakta empiris yang tercantum dalam naskah-naskah kuno dari abad ke-17.
Kerajaan Balok sudah eksis di pulau Belitung sejak abad ke-17. Periode permulaannya merujuk pada kurun waktu 1618-1661. Letak kerajaannya berada di sekitar sungai Balok, yang sekarang termasuk dalam wilayah administrasi Desa Balok, Kecamatan Dendang, Kabupaten Belitung Timur (Beltim).
Pada periode permulaannya, kerajaan Balok sudah mengembangkan perekonomian berbasis industri. Bahkan kemudian kerajaan ini tampak seperti mengalami surplus beras sehingga hasil panennya ikut diperdagangkan ke berbagai daerah.
Pada kurun waktu 1648-1665, kerajaan Balok telah mengekspor  24.000 ribu buah pahat dan parang ke Batavia. Kemudian pada 1661, kerajaan Balok juga telah mengekspor lebih dari tiga ton damar ke kota Batavia. Sementara ekspor beras tercatat pernah terjadi pada tahun 1663 dengan daerah tujuan yang sama.
Ekspor produk dalam bentuk pahat dan parang menunjukkan bahwa kerajaan Balok adalah sebuah kerajaan yang mampu mengelola industri logam besi secara baik. Kerajaan ini pun sudah menyadari bijih besi dalam perut bumi Belitung memiliki kualitas yang sangat baik. Maka itu bijih besi tidak selayaknya hanya dijual secara mentah, tapi juga harus diolah menjadi sebuah produk siap pakai. Terbukti kemudian kualitas bijih besi dari Belitung sangat terkenal di nusantara karena dianggap bisa menghasilkan besi yang lentur dan tidak mudah patah.
Hasil hutan yang melimpah juga tidak disia-siakan begitu saja oleh kerajaan Balok. Bukan hanya menjual damar, kerajaan ini juga mengemas hasil hutan menjadi tikar yang layak untuk diperdagangkan. Perdagangan tikar dari kerajaan ini tercatat pernah berlangsung di Batavia pada tahun 1665.
Perlu diketahui, dataran pulau Belitung bukan seperti pulau Jawa yang sangat cocok untuk pertanian. Pulau Belitung tidak memiliki unsur hara yang kaya sehingga pertanian harus dilakukan lewat pengelolaan tanah secara khusus. Namun ekspor beras yang dilakukan oleh kerajaan Balok membuktikan bahwa kerajaan ini telah berhasil mengembangkan suatu cara untuk meningkatkan produksi pangan di lahan kritis.
Pada akhirnya, perekonomian kerajaan Balok yang berbasis indutsri juga diperkuat lewat penentuan letak pusat kerajaannya. Penetapan sungai Balok sebagai pusat kerajaan bukannya tanpa dasar pemikiran yang kuat. Sebab lokasi itu memberikan sejumlah keuntungan bagi kerajaan.
Lokasi sungai Balok yang berada di sebuah teluk membuat aktivitas kepelabuhanan kerajaan akan terlindung dari dampak musim barat yang ganas. Lokasi ini juga membuat Kerajaan Balok seperti berhadapan langsung dengan pulau Jawa, khususnya kota Batavia. Sungai Balok juga berada di garis tengah pulau Belitung sehingga memudahkan proses pengumpulan hasil produksi dari berbagai tempat di pulau tersebut.
Adalah Frederik Willem Stapel (1879-1957) yang membuka ‘jalan’ bagi generasi Belitung masa kini untuk menguak fakta mengenai kerajaan Balok. Pada tahun 1938, Stapel menulis buku berjudul ‘Aanvullende gegevens omtrent de geschiedenis van het eiland Billiton en het voorkomen van tin aldaar’.
Merujuk pada data yang dimuat dalam buku Stapel, dapat kita ketahui mengenai kondisi pulau Belitung abad ke-17. Stapel menegaskan bahwa sejak permulaan abad tersebut, pulau Belitung sudah menjalin hubungan perdagangan dengan sejumlah daerah yang dikuasai Belanda, utamanya dengan Batavia.
“Hasil ekspor yang utama dari pulau Belitung adalah besi, dan perkakas dari besi, dan ada kalanya juga damar dan beras,” tulis Stapel dalam bukunya.
Lebih lanjut Stapel memaparkan bukti-bukti yang mendasari pernyataannya tersebut. Bukti itu yakni salinan dari register harian dari Batavia kurun waktu 1640-1665.

·   22 April & 2 Juni 1648 : Tiba di Batavia sebuah perahu dari Belitung dengan membawa pahat dan parang.
·   Mei 1661 : Tiba di Batavia sebuah perahu dari Belitung dengan membawa 10.000 pahat dan 50 pikul damar.
·    Januari 1663 : Berangkat dari Batavia 4 perahu dengan membawa pakaian ke Belitung.
·    Maret 1663 : Pulang kembali satu perahu dari Belitung dengan membawa muatan beras.
·    Mei 1665 : Seorang penduduk dari Belitung datang di Batavia dengan membawa 1900 pahat, 100 parang, 5 pikul damar, dan 60 tikar.
·   November 1665 : Seorang penduduk dari Belitung membawa 2000 buah pahat ke Batavia.

Pionir perusahaan tambang timah Belitung John F Loudon mengunjungi pulau Belitung pada 1851. Kemudian dalam tulisannya yang diterbitkan pada 1883, Loudon menyatakan besi dari Belitung sangat terkenal di nusantara. Kualitasnya juga bagus, karena diangap liat dan tidak mudah patah saat diolah. Pada tahun 1852, Loudon juga mengusulkan pembangunan pelabuhan bebas di teluk Balok. Namun ia tak sadar bahwa daerah tersebut sebelumnya adalah pusat dari kerajaan Balok.
Kemudian anggota pionir perusahaan tambang timah Belitung lainnya yakni Cornelis de Groot mengungkap fakta yang ditemukannya saat berada di pulau Belitung. Lewat bukunya yang diterbitkan pada 1887, De Groot mengaku kesulitan menemukan penduduk asli pulau ini. Menurutnya, hampir sulit menemukan keturunan murni yang sejak sedia kala mendiami pulau Belitung. Kondisi ini pula yang membuatnya memunculkan dugaan bahwa pulau Belitung dulu pernah dikuasai oleh sebuah koloni Melayu.

Baca sambungannya :
Kerajaan Balok - Part 1
Kerajaan Balok - Part 3
Kerajaan Balok - Part 4
Kerajaan Balok - Part 5
Kerajaan Balok - Part 6
Kerajaan Balok - Part 7
Kerajaan Balok - Part 8
Kerajaan Balok - Part 9
Kerajaan Balok - Part 10