Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Kerajaan Balok - Part 6

BAB V
KEHIDUPAN MASYARAKAT DI KERAJAAN BALOK

Bila merujuk pada laporan Jan De Harde (1668) dan buku Stapel (1938) dapat diketahui gambaran mengenai kehidupan masyarakat pulau Belitung pada zaman kekuasaan kerajaan Balok. Masyarakat tersebut di antaranya bekerja pada bidang pertambangan, pertanian, kehutanan, dan kelautan. Setiap bidang usaha tersebut memang sesuai jika dikaitkan pada potensi ekonomi yang ada di pulau Belitung. Bahkan empat bidang usaha tersebut masih dikerjakan hingga sekarang oleh masyarakat pulau Belitung.
“Hasil-hasil yang utama dari pulau ini ialah banyak besi, sedikit kulit penyu, lilin, kayu-kayuan, sarang burung, dan damar,” tulis Jan de Harde dalam laporannya tahun 1668 untuk VOC.
Sebagian masyarakat juga diketahui berprofesi sebagai nelayan. Hal ini disaksikan sendiri oleh Jan De Harde saat mengunjungi pulau Belitung pada tahun 1668.
Saksi mata lain yakni Residen Palembang De Heere mengunjungi pulau Belitung pada 1729. Dalam laporannya De Heere menyebutkan berbagai hal yang dilihatnya mengenai kehidupan masyarakat di pulau ini. Deskripsi ini tampaknya secara khusus digambarkan berdasar pengamatannya di muara sungai Cerucuk wilayah Tanjungpandan dan sekitar.
Menurut De Heere, penduduk asli tinggal di bagian pedalaman. Ia menyebutnya dengan istilah ‘orang gunung’. Kegiatan ‘orang gunung’ saat itu adalah mengumpulkan besi dan diperdagangkan dengan pedagang dari Palembang.
Sedangkan di wilayah pesisir terdapat orang dari berbagai suku bangsa, mulai dari Tiongkok, Jawa, Bugis, Palembang, dan Mandar. Semua rumah penduduk, baik yang pedalaman maupun di pesisir dibuat dalam bentuk rumah panggung. Rumah tersebut dibangun menggunakan tiang-tiang kayu dan dinding dari kulit pohon.
“Bagi saya segalanya adalah miskin, begitulah nampaknya,” tulis De Heere dalam laporannya tahun 1759 untuk VOC.
Tidak ditemukan usaha peternakan di pulau Belitung. Namun sebagian penduduk diketahui memelihara ayam dan bebek dalam jumlah yang sangat sedikit.
Produk perdagangan yang dihasilkan dari pulau Belitung yakni, lilin, jahe, karet, tripang, dan tikar. Namun jumlahnya terbilang sedikit untuk sebuah kegiatan perdagangan. Barang yang diperdagangkan ke Belitung yakni, beras, garam, dan pakaian kasar dari Jawa, perabotan rumah tangga. Para pedagang itu di antaranya berasal dari kapal-kapal Tionghoa, Bugis, Mandar, Pekalongan, dan Cirebon.
“Semua berlangsung dengan pertukaran, tidak ada pembelian dengan uang,” tulis De Heere.
Air di pulau sangat bersih, tapi letaknya jauh dari pesisir. Sedangkan kondisi tanahnya terbilang gersang, berpasir, dan berbatu.
Pada abad ke-19, tepatnya pada 1851 J.F Loudon ikut memaparkan kondisi kehidupan masyarakat di pulau Belitung. Pada masa itu kerajaan Balok berada dibawah kepemimpinan Depati Cakraningrat ke-VIII yakni, KA Rahad. Pencatatan sipil pada masa itu membagi penduduk pulau Belitung ke dalam empat kelompok yakni, Orang Darat/Orang Belitung, orang Timur Asing, orang Melayu, dan Orang Laut. Orang Darat tak lain adalah orang gunung yang sebelumnya dilaporkan oleh De Heere.
Orang Darat (Billitonezen) utamanya menggantungkan hidup dari berladang padi secara berpindah-pindah. Selain itu mereka menanam tanam-tamanan hutan dan mengumpulkan produk hasil hutan. Produk hutan tersebut antara lain rotan, damar, lilin, dan lain-lain yang mereka jual kepada pedagang-pedagang Melayu.
“Selanjutnya penduduk Belitung menyibukkan diri dengan membuat tikar-tikar untuk berbaring yang mereka jual, sedangkan banyak juga dari mereka yang membuat alat-alat dan terutama paku dari bijih besi,” tulis Loudon.
Sedangkan Orang Laut diketahui berprofesi sebagai nelayan. Namun mereka juga disebut-sebut telah ikut terlibat dalam sejumlah aksi perompakan di laut Jawa dan sekitarnya.
Mengenai kehidupan beragama di pulau Belitung dapat diketahui lewat paparan Cornelis De Groot. Dalam bukunya (1887) De Groot mengatakan Orang Laut menganut animisme, sedangkan seluruh orang darat (Billitonezen) adalah beragama Islam.
“Pengetahuan Al-Quran masih belum banyak. Sejak ada beberapa orang Kristen tinggal di pulau ini dalam tahun 1851, pengetahuan itu bertambah,” tulis De Groot.
Menurut De Groot, pola perkampungan Orang Darat di pedalaman sangat tidak teratur. Letak antar pemukiman juga berjauhan. Setiap perkampungan dibangun berdasarkan kekerabatan yang seluruh penduduknya masih satu keluarga. Jumlah rumah dalam satu perkampungan juga terbilang sedikit, yakni kurang dari lima rumah. Sewaktu pembangunan jalan besar berlanjut pada tahun 1868, perkampungan-perkampungan di dalam hutan tersebut dipindahkan ke tepian jalan secara bertahap seperti yang bisa kita saksikan hingga sekarang ini.

Data Penduduk Belitung
Berdasarkan Laporan Resmi Depati tahun 1851



Nama Distrik
Orang Darat atau
Orang Belitung
Orang Asing Timur dan Melayu

Orang Tiong-
hoa
Orang Laut atau
Sekah


Jumlah
Tanjung
Pandan dan Lenggang
2.022
218
28
1.067
3.335
Sijuk
770
72
-
123
965
Buding
246
34
-
-
280
Badau
43
-
-
-
43
Belantu
450
27
-
464
941
Jumlah
3.531
351
28
1.654
5.564 jiwa
Sumber : J. F Loudon. (1883)

Baca sambungannya :
Kerajaan Balok - Part 1
Kerajaan Balok - Part 2
Kerajaan Balok- Part 3
Kerajaan Balok - Part 4
Kerajaan Balok - Part 5
Kerajaan Balok - Part 7
Kerajaan Balok - Part 8
Kerajaan Balok - Part 9
Kerajaan Balok - Part 10