Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Ini Bentuk Rumah Tradisional Belitong Dalam Catatan Tahun 1759 dan 1870

 

PETABELITUNG.COMPada tahun 1759 atau saat diadakannya ekspedisi Belanda pertama ke Belitung, ketua rombongan ekspedisi H. J. de Herre mencatat beberapa hal yang menarik terkait kondisi Belitung. Salah satu di antaranya ialah menyoal rumah-rumah penduduk yang ada di Tanijong Goenong (Tanjungpandan). Dalam catatan H. J. de Herre (het rapport van de Herre) yang dimuat di buku Herinneringen aan Blitong, diketahui bahwa rumah yang ada di Tanijong Goenong (Tanjungpandan) berjumlah tiga ratus buah. Semua rumah itu dibangun dengan cara Makasar, berdiri di atas tiang-tiang kayu yang kemudian ditutupi dengan kulit pohon. Jarak antar rumah di Tanijong Goenong itu, ada yang berdekatan dan beberapa juga berjauhan.

Dari segi interior, rumah-rumah yang ada di Tanijong Goenong pun cukup sederhana. H. J. de Herre menyaksikan bahwasanya tidak ada peralatan atau hiasan yang begitu mencolok matanya di dalam rumah. Gaya rumah yang demikian menurut H. J de Herre tidak jauh berbeda dengan rumah pribumi yang pernah ia lihat sebelumnya.

            Selain deskripsinya H. J. de Herre (1759), buku Herinnerigen aan Blitong ini juga memuat deskripsi rumah Belitung dari sang penulisnya sendiri, yakni Corns de Groot. Deskripsi tentang rumah orang Belitung tersebut dimuat dalam bukunya Corns de Groot pada subbab “Keadaan Penduduk pada 31 Desember 1870”.

Menurut Corns de Groot, rumah-rumah di Belitung, terkhusus rumah Urang Darat, memiliki dasar bangunan persegi panjang, terkadang juga persegi. Rumah-rumah Urang Darat Belitung tersebut dibangun dengan material dari hutan. Semua rumah dibangun di atas tiang yang tingginya sekitar 120-180 cm dari permukaan tanah. Masing-masing rumah memiliki tangga di bagian depan dan belakang. Lebar tangga sekitar 30 cm dengan injakan kakinya dari kayu yang bulat. Lantai rumah Urang Darat juga dibentuk dari susunan kayu bulat yang dilapisi dengan kulit pohon nibung.

Pada rumah yang ukurannya besar, biasanya terbagi menjadi empat ruangan utama yang luasnya tidak sama. Ruang-ruang tersebut dipisahkan oleh sekat yang terbuat dari kulit pohon. Pada ruangan terdepan rumah (teras), biasanya digunakan untuk menyambut tamu. Para lelaki Urang Darat juga menggunakan ruangan ini untuk beristirahat sehabis kerja. Kemudian pada ruangan paling belakang, digunakan oleh perempuan untuk kegiatan rumah tangganya. Ruang paling belakang ini juga digunakan untuk menyambut tamu perempuan.

            Pada rumah Urang Darat, biasanya terdapat dua ruang kamar tidur. Pintunya hanya dari kain lebar menjuntai. Kedua ruang tidur tersebut sama besar dan saling berhadapan. Rumah Urang Darat Belitung juga terdapat ventilasi dan jendela yang membuka ke atas. Di depan dan belakang rumah terdapat pintu yang pada malam hari ditutup dengan palang dan kait.

            Kerangka/tulang atap pada rumah Urang Darat Belitung, juga terbuat dari kayu yang diambil dari hutan. Antara orang berpunya dan tidak berpunya, lapisan atap rumahnya bisa dikatakan berbeda. Pada kalangan yang tidak berpunya, atap rumahnya menggunakan daun alang-alang atau nyiur (kelapa). Namun untuk kalangan kaya atau berpunya, atap rumahnya menggunakan kulit pohon atau sirap (kepingan papan tipis). Pada umumnya, atap-atap tersebut dibuat curam yang airnya akan fokus jatuh pada tanah sekitar ruang tidur. Atap yang demikian bertujuan untuk menjaga kesegaran pada ruang tidur.

            Demikianlah pendeskripsian rumah orang Belitung tempo dulu. Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk rumah seperti itu merupakan wujud adaptasi dari orang Belitung terhadap lingkungan sekitarnya. Rumah orang Belitung yang berdiri di tiang-tiang bertujuan untuk menjaga sang penghuni rumah dari bahaya reptil dan gangguan binatang lainnya. Selain itu, material rumah yang didominasi kayu hutan menunjukkan bahwa orang Belitung sangat pandai dalam memanfaatkan hasil hutan. Kemampuan mendayagunakan hutan ini sudah menjadi ciri khas bagi orang Belitung tempo dulu. “Mereka Urang Darat Belitung seperti menjadi dirinya sendiri dengan hutan”, ungkap JWH. Adam, dkk. dalam buku Gedenkboek Billiton (1852-1927).(*)

 

Foto ilustrasi. Replika rumah kepala Urang Darat tahun 1876. Keterangan asli gambar ini ditulis Model van een houten woning van een hoofd of iemand van goede komaf van het toenmalige Biliton (Belitung). Terjemahan bebasnya : Model rumah kayu dari seorang kepala suku atau seseorang yang berasal dari tempat yang dulu bernama Biliton (Belitung). sumber: collectie wereldculturen.nl/ repro by petabelitung.com tahun 2020.

Penulis: Dony A. Wijaya

Editor : Wahyu Kurniawan

Sumber: petabelitung.com