Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Penemuan Jejak Peradaban Besi Belitung yang Punah, Mirip Malaysia dan Kalimantan


PETABELITUNG.COM - Sabtu 12 November 2022 rekan kami Fennil Buana menandai postingan facebooknya kepada kami. Dalam postingan itu Fennil menuliskan keterangan berbunyi, "Jejak2 sejarah masa lampau, dimana para leluhur melebur biji besi dgn cara tradisional,". Dalam postingan itu juga terdapat tiga foto yang menunjukkan material campuran mengandung besi. Fennil lalu membenarkan dugaan kami bahwa benda-benda dalam foto tersebut adalah sisa peleburan besi yang dalam istilah lokal disebut "taik besi".
Selanjutnya kami bersama Bendahara KPSB Peta Belitung Eka Arista Apriza mengagendakan kunjungan ke lokasi. Senin (14/11/2022) pagi Fennil mengirimkan titik lokasinya menggunakan google maps dan siang sekitra pukul 11.00 WIB kami meluncur ke lokasi yang berada di perkebunan milik warga di dekat aliran sungai Aik Nau Dusun Air Mungkui Desa Buluh Tumbang, Kecamatan Tanjungpandan, Kabupaten Belitung. Hanya butuh waktu sekitar 10 atau 15 menit untuk sampai lokasi. Jalan menunju kebun itu sudah cukup baik dan mudah diakses karena melewati sebuah perkebunan pohon jati yang dikelola pihak swasta.
Lokasi tempat ditemukannya bekas-bekas peleburan besi itu berada di sebuah kebun yang ditanami pohon buah seperti durian dan mangga. Fennil menyambut kami di kebun dan mengajak kami ke pondoknya untuk beristirahat sejenak. Ia mengatakan kebun ini sudah dibuka sekitar dua tahun lalu. Dalam proses pembukaan lahan, para pekerja menemukan gundukan tanah bekas sarang serangga yang biasa disebut sarang gane. Gundukan itu kemudian diratakan menggunakan alat berat. Namun setelah itu para pekerja menemukan banyak sisa-sisa besi dalam gundukan tersebut.
"Ada beberapa titik gundukan di sini waktu itu, dan kami kira itu sarang gane, tapi setelah dibongkar baru ketahuan ternyata ada bekas-bekas peleburan besi di dalamnya," kata Fennil.
Pria yang akrab disapa Wewen ini kemudian menunjukkan titik-titik bekas gundukan yang dibongkar. Dari awal setelah melihat bekas-bekasnya Fennil sudah mengira bahwa gundukan-gundukan tersebut adalah bekas tungku pelebur besi. Namun untuk memastikannya ia mengundang kami dan mengeceknya bersama-sama.
Sewaktu kami periksa, terdapat dua titik yang masih memiliki jejak yang mudah dikenali secara kasat mata. Titik pertama berisikan tumpukan taik besi yang setengah terpendam di dalam tanah. Sedangkan titik kedua memiliki jejak tungku pelebur besi yang membentuk pola lingkaran.
Kami kemudian membersihkan rumput-rumput yang tumbuh di titik pertama. Setelah melakukan penggalian sederhana sekitar 20 cm, kami menemukan sebuah benda tanah liat berbentuk seperti tabung yang sudah tidak utuh, berukuran panjang sekitar 7 cm dan diameter 5 cm.
Pada titik lokasi kedua kami juga melakukan penggalian sederhana di samping susunan tanah liat berbentuk lingkaran. Hasilnya kami menemukan bekas arang dalam bentuk batangan maupun serpihan-serpihan. Sementara itu di sisi yang berlawanan terdapat struktur tanah liat yang seolah menyandi penyangga untuk bekas tungkus di atasnya.
Jarak antara titik kedua dan titik pertama ini sekitar 10 meter. Kontur tanahnya agak miring, menurun menuju aliran sungai Aik Nau. Sekitar 20 meter dari kedua titik tersebut terdapat pula sumber mata air yang bermuara ke sungai Aik Nau. Selain jejak 'taik besi', di kedua titik ini juga ditemukan batu besi berukuran segenggaman tangan hingga seukuran kacang.
"Di sekitar sini tidak ada sumber batu besi, jadi jelas batu-batu besi di lokasi ini dibawa dari daerah lain di Pulau Belitong," kata Fennil. 
Berdasarkan pengamatan di lokasi tampak jelas bahwa titik yang ditunjukkan oleh Fennil adalah bekas tempat peleburan besi. Jumlahnya yang lebih dari dua titik menunjukkan bahwa lokasi tersebut dulu sangat mungkin berperan sebagai pabrik pengolahan besi. Demi memperkuat dugaan tersebut kami kembali ke kantor KPSB Peta Belitung untuk mengumpulkan refrensi terkait. Sebelum kembali, Fennil menyerahkan tiga sampel taik besi, batu besi, dan benda tanah liat untuk disimpan di Museum Pemkab Belitung.Ia berjanji akan menjaga lokasi tersebut dan berharap ada tindak lanjut dari pihak terkait untuk melakukan penelitian lebih mendalam.
Kajian Singkat
Lokasi yang ditunjukkan oleh Fennil Buana selanjutnya akan kami sebut dengan nama Situs Peleburan Besi Belitung atau Situs Aik Nau. Kabar gembira pertamanya adalah kami berhasil mengidentifikasi benda tanah liat berbentuk tabung yang terpendam di Situs Aik Nau. Benda itu ternyata adalah sebuah tuyer atau tuyeres. Tuyer pada umumnya dipasang dibawah dapur, diatas pengumpulan besi dan terak cair. Fungsi tuyer adalah meratakan sirkulasi udara agar pembakaran merata dan sempurna.
Bentuk tuyer di Situs Aik Nau sangat mirip seperti tuyer yang ditemukan di Tapak Arkeologi Sungai Batu, lembah Bujang, Negeri Kedah, Malaysia. Situs Sungai Batu ini disebut sebagai situs peradaban tertua di Asia Tenggara yang diperkirakan berasal dari abad ke-6 Sebelum Masehi.





Dikutip dari www.utusan.com.my, aktivis sejarah Nur Dini Mohd. Noh (43) mengatakan, lebih dari dua juta tuyer ditemukan di situs Sungai Batu. Selain itu ditemukan pula monumen penyembahan, jeti atau pelabuhan, pentadbiran pelabuhan, bengkel peleburan besi, empat hingga tujuh kapal dagang sepanjang 100 kaki berusia kira-kira 2,500 tahun yang masih tertanam dan karam di situs tersebut.
"Tuyere atau peniup angin adalah peralatan penting dalam industri kuno peleburan besi," kata Nur Dini dilansir utusan.com, 2 November 2021.
Bekas tungku peleburan di situs Aik Nau juga mirip seperti jejak pengerjaan logam Montalat, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Hal itu tampak dalam perbandingan foto yang dipublikasikan dalam penelitian Balai Arkeologi Kalimantan Selatan pada 2017 lalu.
Maka dengan beragam kemiripan tersebut sangat jelas sekali bahwa Situs Aik Nau adalah jejak peradaban besi Belitung. Diperkirakan Situs Aik Nau berkembang pada abad ke-18. Satu petunjuk mengenai era Situs Aik Nau diketahui melalui penemuan pecahan botol miras Eropa abad ke-19. Hal ini juga selaras dengan laporan utusan VOC dari Residen Palembang De Heere pada tahun 1759. Dalam laporannya De Heere mengatakan perdagangan utama Belitung pada masa itu adalah besi, yang dibawa dari pedalaman dan dikumpulkan oleh pedagang Palembang di Tanjong Gunong.






Penemuan Situs Aik Nau merupakan bukti penting dalam sejarah peradaban Pulau Belitong. Pada abad 19 Cornelis de Groot mengatakan hampir di setiap kampung di Belitong kala itu terdapat seorang pandai besi yang memproduksi perkakas dan senjata. Maka, seharusnya situs serupa juga masih terpendam di berbagai desa di Belitong. Sebab seperti yang dicatat oleh Register Batavia, perdagangan perkakas besi dari Belitung sudah dimulai sejak abad ke-17. Bahkan laporan pelaut Portugis menyebut parang-parang dari Belitung merupakan alat barter utama dalam perdagangan rempah di Pulau Timor pada abad ke-14 hingga abad ke-15.
Peradaban besi Belitung diperkirakan punah pada abad ke-20. Pada masa itu banyak produk besi murah datang dari luar Belitung, dan kemudian masyarakat Belitung secara bertahap banyak yang menjadi buruh dalam usaha pertambangan timah. Semoga bermanfaat.(*)

Penulis: Wahyu Kurniawan
Editor : Wahyu Kurniawan
Sumber: petabelitung.com