Ini Penjelasan Tentang Orang Ameng Sewang di Belitong
PETABELITUNG.COM – Belakangan muncul artikel yang menguraikan
tentang 5 Suku Asli di Bangka Belitung di media online. Salah satu suku yang
dimaksud adalah Ameng Sewang. Singkat kata disebutkan Ameng Sewang merupakan
sebutan bagi Suku Laut berada di Pulau Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung.
Penyebutan nama Ameng Sewang mungkin merujuk pada buku Ensiklopedia
Suku Bangsa di Indonesia Jilid L-Z karya M. Junus Melalatoa yang diterbitkan
oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, di
Jakarta tahun 1995. Dalam buku itu, (1995:34) Junus mengatakan sebagai berikut:
“AMENG SEWANG, adalah suatu kolektifa yang berdiam di sekitar
pulau Belitung dalam wilayah administratif Propinsi Sumatra Selatan. Sumber kepustakaan
lama mencatat bahwa orang Ameng Sewang telah berabad-abad lamanya menghuni !aut
dan pulau-pulau kecil di sekitar pulau Bangka dan pulau Belitung. Ketika pada
tahun 1668 kapal Belanda mendarat di pulau Belitung, awak kapal itu mendapat serangan
dari orang Ameng Sewang ini. Jadi mereka pernah mempertahankan pulau Belitung
yang kaya timah itu terhadap pendudukan tentara kompeni abad ke-17 yang lalu.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka pernah mempunyai kekuatan yang cukup berarti
(Lihat Amin Sarwoko, lntisari, Pebruari 1981 ).”
Deskripsi Junus mengenai orang Ameng Sewang kemudian diulas
kembali dalam buku Kulek Terakhir Sebuah Pengantar Sejarah Suku Sawang Gantong
oleh Wahyu Kurniawan (2016:7-10). Berdasarkan ulasan tersebut diketahui tidak
ada nama orang Ameng Sewang di Pulau Belitong. Hal tersebut merujuk pada diktat
terbitan Dinas Pariwisata Kabupaten Belitung tahun 1987 yang berjudul ’Mengenal
Kehidupan Adat Istiadat Suku Laut (Sawang) di Pulau Belitung’. Diktat tersebut
ditulis oleh Asin Bahari, sesepuh Suku Laut di Pulau Belitung yang ternama
karena berhasil menduduki posisi staf di Kantor Pusat perusahaan timah di
Tanjungpandan. Tampak jelas Asin Bahari di dalam paparannya tak sekalipun
menggunakan kata Ameng Sewang. Nama yang digunakannya yakni, kalau tidak Suku
Laut, Orang Laut, atau Sawang.
“Sesepuh Suku Sawang Gatong Udin (76) mengatakan, kata Ameng
dalam Bahasa Laut memiliki arti ’orang’ dan Sawang artinya laut1. Jadi Orang
Laut bisa pula disebut Ameng Sawang. Sedangkan kata ’Sewang’ dalam Bahasa Laut
memiliki arti ’uang 10 sen’.” Demikian tulis Wahyu.
Keterangan Pak Udin diperoleh berdasarkan wawancara pada Selasa
16 Agustus 2016 sore di Kampong Laut, Desa Selingsing. Pada waktu yang sama,
wawancara juga dihadiri oleh tiga sesepuh Suku Sawang Gantong yakni Kati, Tis,
Maisina.
Dalam sejumlah literatur berbahasa Belanda juga tak pernah
muncul kata ’Sewang’ sebagai nama dari komunitas Orang Laut di pulau Belitung.
Setidaknya hal itu berlaku pada literatur terbitan abad ke-19 maupun awal abad
ke-20 masehi.
Secara umum, asal usul Orang Laut di pulau Belitung belum
diketahui secara pasti. Generasi tua seperti Asin Bahari bahkan hanya bisa
membuat dugaan berdasarkan tradisi yang tampak pada Orang Laut di pulau
Belitung.
Junus juga mengutip sebuah peristiwa tahun 1668 yang
disebutkan sebagai salah dalil untuk menyebutkan keberadaan orang Ameng Sewang
di Pulau Belitong. Rujukannya yakni dari tulisan Ishak H di media Kompas
terbitan 14 Februari 1980, Sarwoko di media Intisari edisi Februari 1981, dan
Setyobudi di Seri Profil Masyarakat Terasing di Indonesia yang diterbitkan
Direktorat Bina Masyarakat Terasing Departemen Sosial R.I tahun 1987.
Bila melihat tahun yang dimaksud yakni 1668, kemungkinan
besar kapal Belanda yang mendarat itu adalah kapal De Zantlopper yang
dinahkodai oleh Jan De Harde. Dalam buku Stapel memang disebutkan bahwa pada 12
Juli 1668, De Harde berangkat dari Batavia menuju Pulau Belitung dalam rangka
mengawal seorang petinggi Palembang bernama Sampoera.
Buku Stapel juga melampiran laporan De Harde ketika
berkunjung ke Pulau Belitung. Namun dalam laporan tersebut tidak terdapat satu
kata pun yang mendeskripsikan Orang Laut, apalagi mengisahkan tentang serangan
dari Orang Laut terhadap kapal De Harde. Penyerangan terhadap De Harde baru
terjadi pada saat kunjungan keduanya ke Pulau Belitung pada 14 Juni 1672. Ia tiba di muara sungai Kubu dan esok
harinya tanpa disadari kapalnya sudah dikepung oleh 12 perahu yang berpura-pura
mencari ikan.
Kapal De Harde diserang menggunakan tombak dan kapak.
Akibatnya satu awak meninggal, 10 orang luka-luka dan De Harde sendiri
mengalami luka yang parah.
Kisah inilah yang kemungkinan ditafsirkan sebagai serangan
Orang Laut. Namun sekali lagi perlu dipertimbangkan bahwa De Harde sama sekali
tak menulis secara detil tentang siapa suku yang menyerangnya tersebut.
Para pemain klub sepakbola Suku Sawang Gantong (SSG) sedang berparade. Sumber: Dokumentasi Jana, tahun 60-an/Kulek Terakhir Sebuah Pengantar Sejarah Suku Sawang Gantong/Repro. |
Sejauh yang penulis ketahui, catatan mengenai Orang Laut
tercantum dalam Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1820. Dalam
surat keputusan tersebut Orang Laut ditulis dengan tulisan Siekapas yang kemudian
diterjemahkan oleh Stapel (1938) sebagai Orang-orang Sekah.
Komisaris Hindia Belanda untuk Pelembang yakni J.I.
Sevenhoven berkunjung ke Belitung pada Juli 1823. Dalam laporan kunjungannya,
Sevenhoven menulis Orang Laut dengan tulisan Orang-Sekah atau Orang-Laut.
Dari generasi ke generasi Orang Belanda yang berkunjung ke
Belitung tampak tidak konsisten dalam menuliskan nama Orang Laut. Insinyur
tambang Dr. J.H. Croockewit yang berkunjung ke Belitung pada 1850 menuliskan
nama Orang Laut dengan tulisan Orang Sicca.
John F. Loudon (1851) menulis Orang-laut atau Orang-sekah dan
Cornelis De Groot hanya menulis Orang Sekah. Sedangkan Hedemann (1861) menulis
lebih singkat yakni Sekkahs. Tampak sekali adanya perbedaan dalam penulisan
Orang Laut. Padahal mereka sama-sama bertemu dan berhubungan langsung dengan
Orang Laut di Belitung.
Perbedaan penulisan tersebut berlanjut hingga zaman
kemerdekaan Indonesia. Sebagai contoh Ishak dalam tulisannya di Komas 14
Februari 1980 menulis Orang Laut dengan tulisan Suku Laut. Sarwoko dalam
majalah Intisari edisi Februari 1981 menulis Orang Laut dengan tulisan Suku
Ameng Sewang. Dan Setyobudi dalam Seri Profil Masyarakat Terasing di Indonesia
tahun 1987 mendeskripsikan Orang Laut dengan tulisan Suku Laut (Ameng Sawang).
Sementara Mary F.Somers Heidhues dalam karyanya Company
Island: A Note on The History of Belitung, Mary F.Somers Heidhues April 1991
menulis Orang Sekak. Kemudian dalam Sejarah Timah Indonesia, Sutedjo menulis
Orang Laut dengan tulisan Orang Sekak. Menurut Sutedjo, Orang Sekak juga
menamai dirinya Manih Bajau yang artinya turunan bajak laut.
Satu hal lagi mengenai terminologi atau peristilahan “Suku
Asli” yang terlihat digunakan di media online. Istilah itu tidak ditemukan sama
sekali dalam KBBI Daring. Bahkan Junus Melalatoa dalam bukunya tidak pernah
sekalipun menggunakan terminology “Suku Asli”. Junus lebih sering menggunakan
istilah suku bangsa, penduduk asli dan pribumi dalam bukunya. Ia mengatakan para
ahli telah meruimuskan, konsep suku bangsa adalah suatu kesatuan sosial atau kolektifa
yang memiliki kesadaran akan kesatuan kebudayaan, yang antara lain ditandai oleh
bahasanya (1995:viii). Sedangkan definisi suku bangsa dalam KBBI Daring adalah kesatuan
sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran
akan identitas perbedaan kebudayaan, khususnya bahasa. Demikian agar dimaklumi.
(*)
Penulis: Wahyu
Kurniawan
Editor Wahyu
Kurniawan
Sumber:
petabelitung.com