Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Ditemukannya Foto Lawas Idul Adha di Belitong, Ada Sosok Kakek Yusril Ihza dan Kisah Orang Dulu Berangkat Haji


PETABELITUNG.COM - Hari Raya Idul Adha oleh masyarakat Belitong biasa disebut Lebaran Haji. Selama ini jarang sekali terlihat foto lawas yang menggambarkan momen hari raya umat Islam tersebut.
Namun beberapa waktu lalu dalam sebuah obrolan di warung kopi di Manggar seorang rekan menunjukkan sebuah foto. Rekan tersebut bernama Damhuri, warga Desa Lalang, Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur.
Foto itu menggambarkan sekelompok orang mengenakan peci hitam mengerumuni seorang laki-laki bersorban dan berbaju gamis. Menurut Damhuri, foto tersebut menggambarkan momen Lebaran Haji tahun 1958 di halaman masjid jami' Kampung Lalang, Manggar, Belitung Timur. Mesjid yang dibangun Belanda pada tahun 1916 itu sekarang beralih fungsi menjadi Islamic Centre yang letaknya berdekatan dengan Masjid Nurul Iman Desa Lalang, Belitung Timur.
Lelaki bersorban itu disebut bernama Haji Zainal Abidin. Sedang pria di sampingnya yang berpeci putih dan mengenakan jas adalah anaknya, yakni Idril bin Haji Zainal Abidin.


Kalian tahu?
Idris adalah ayah kandung Prof. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc , Bupati Belitung Timur Yuslih Ihza SE, dan Duta Besar RI untuk Jepang 2013-2016 Yusron Ihza Mahendra. Sedangkan Haji Zainal Abidin adalah kakek mereka.
Haji Zainal Abidin bin Haji Ahmad adalah tokoh agama yang terkenal dan disegani di Pulau Belitung pada masa itu. Pada saat Lebaran Haji atau Idul Adha tahun 1958 terlihat Haji Zainal bin Haji Ahmad berfoto bersama dengan masyarakat seusai sholat Ied di halaman masjid jami' Kampung Lalang, Manggar, Belitung Timur.
Kami coba mengonfirmasi foto ini kepada Yusril dan adiknya Yusron. Keduanya membenarkan bahwa sosok yang tergambar dalam foto tersebut adalah kakek mereka Haji Zainal Abidin dan ayah mereka Idris.

Foto bersama Haji Zainal Abidin (bersorban) dengan masyarakat di halaman masjid jami' Kampung Lalang, Manggar Belitung Timur tahun 1958. Sumber foto: Damhuri. Kolektor: Rico Pebrico. Rero by petabelitung.com tahun 2020.

Keterangan mengenai sosok Haji Zainal Abidin bisa diketahui lewat pengakuan Yusril sendiri dalam tulisannya yang berjudul "Kenang-Kenangan di Masa Kecil (Bagian II)". Tulisan ini dimuat dalam website yusril.ihzamahendra.com, pada 13 Desember 2007.
Nasab Haji Zainal Abidin yakni Haji Zainal Abidin bin Haji Ahmad bin Haji Taib. Dalam tulisannya Yusril mengungkapkan kisah orang dulu menunaikan ibadah haji dari Belitung. Kisah ini merujuk pada kisah datuk moyangnya yakni  Haji Taib yang berangkat haji dari Belitung pada awal abad ke-19 atau awal tahun 1800-an. Haji Taib berangkat haji menggunakan perahu layar yang dibuat dengan tangannya sendiri. Beliau berangkat bersama anaknya yakni Haji Ahmad.
Simak kutipan dari tulisan Yusril tentang cara orang dulu berangkat haji dari Belitung.

"Menurut kebiasaan masyarakat di awal abad ke 19, ketika perahu akan berlayar meninggalkan dermaga, orang sekampung berduyun-duyun mengantarkan perahu yang akan berlayar ke Jeddah, sambi membaca doa dan melantunkan shalawat. Ketika layar perahu menghilang dari pandangan, orang di kampung membaca talqin dan bersedekah setiap habis magrib sampai hari ke tujuh. Tradisi seperti itu lazimnya dilakukan ketika ada keluarga yang meninggal.
Mereka menganggap orang yang berlayar naik perahu ke Jeddah itu sama dengan orang mati. Betapa tidak. Di zaman itu, perahu tidak bermesin, hanya berlayar dan berdayung belaka. Tidak ada alat telekomunikasi seperti zaman sekarang untuk berhubungan. Kalau ingin menulis suratpun seandainya telah sampai ke Jeddah, siapa pula gerangan tukang pos yang akan mengantarkan surat itu ke kampung halaman. Dalam perahu yang tak seberapa besar itu, Haji Taib dan Haji Ahmad – tentu saja mereka belum haji ketika itu — berbekal beras, jagung, ikan asin, terasi dan daging kering sebagai bekal makanan. Mereka juga membawa emas dan perak sebagai bekal belanja. Pelayaran mereka menyusuri Selat Melaka dan menyusun pantai Asia Selatan untuk sampai ke negeri Jeddah. Merekapun singgah di negeri-negeri yang tak mereka kenal, sekedar untuk mengambil air dan menambal layar yang koyak tertiup angin. Konon lebih tiga tahun kemudian baru mereka pulang ke Belitung. Dapat dibayangkan betapa bersykur dan sukacitanya sanak keluarga dan orang sekampung menyambut kedatangan mereka. Orang pulang haji dengan naik perahu layar bisa pulang kembali dengan selamat adalah suatu peristiwa yang menakjubkan. Konon tidak sedikit mereka yang pergi haji dengan cara yang sama, tak pernah kembali lagi ke kampung halaman. Mungkin perahu mereka telah ditenggelamkan ombak dan badai yang ganas di Lautan Hindia."



Begitulah gambaran orang dulu naik haji pada abad ke-19. Cara itu kemudian berubah ketika zaman memasuki abad ke-20. Contohnya adalah kisah kakek Yusril yakni Haji Zainal Abidin, anak dari Haji Ahmad. Haji Zainal Abidin menunaikan ibadah Haji sekitar tahun 1912 atau awal abad ke-20. Simak tulisan Yusril berikut ini :

"Kakek saya itu pergi menunaikan ibadah haji sekitar tahun 1912. Namun beliau berangkat ke Jeddah naik kapal api dari Singapura. Jadi tidak naik perahu layar yang dibuat sendiri seperti kakek dan ayahnya Haji Taib dan Haji Ahmad. Beliau bermukim di Mekkah selama dua tahun sebelum pulang ke tanah air. Ketika kecil, kakek saya bercerita pengalamannya naik haji dan bermukim di negeri Arab. Menurut beliau, sebagian besar jemaah haji berjalan kaki dari Jeddah ke Mekkah dan terus ke Madinah. Hanya sedikit yang mampu menyewa onta. Menurut beliau, di tahun 1900 itu belum ada mobil di negeri Arab, seperti dilihatnya di Singapura. Jalan-jalan pun belum ada. Apa yang nampak hanya padang pasir belaka. Saya tidak tahu apa yang beliau pelajari di Mekkah dan kepada siapa beliau berguru. Beliau hanya mengatakan belajar agama saja kepada beberapa ulama. Ada ulama orang Arab, tetapi ada juga ulama orang Melayu. Beliau pernah menyebut sejumlah nama ulama itu, tetapi sekarang saya sudah lupa," 

Wah luar biasa ya guys perjuangan orang dulu berangkat Haji. Semoga kisah ini bisa memotivasi kita.
Sebab dengan segala keterbatasan di masa lalu, Urang Belitong ternyata tetap mampu menunaikan ibadah Haji.
Semoga bermanfaat.
Keluarga besar KPSB Peta Belitung mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijah 1441 Hijriah/31 Juli 2020.(*)

Penulis : Rico Pebrico dan Wahyu Kurniawan
Editor : Wahyu Kurniawan
Sumber : petabelitung.com