Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Menelisik Situs Aik Pute Buding, Disebut Ada Makam Anak Tuk Layang Sampai Pecahan Keramik di Puncak Bukit


PETABELITUNG.COM - Alis Muschlis tampak menukik ketika mendengar pertanyaan warga di sebuah pemakaman kuno di tengah perkebunan kelapa sawit swasta di Desa Buding. Sekretaris KPSB Peta Belitung ini tak menyangka warga yang bekerja di pekerbunan ternyata masih ragu, apakah makam kuno itu kuburan Islam atau non-muslim.
Pasalnya, kebanyakan bentuk kuburan di pemakaman kuno tersebut dianggap tak lazim. Ukurannya besar, tinggi, dan nisannya hanya berupa batu sederhana tanpa ukiran atau corak khusus. Bahkan yang bikin bingung, nisan batu sederhana itu sebagian dipasang secara berpasangan, dan sebagian hanya tunggal di atas kuburannya.
"Jadi sepertinya banyak warga yang belum tahu soal sejarah makam kuno ini, sampai tanya apakah ini makam orang Islam apa bukan," kata Muchlis.
Begitulah sepintas gambaran tentang penelusuran situs Aik Pute di Desa Buding, Kecamatan Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur, Senin (29/7/2019). Aik Pute adalah nama sebuah anak sungai yang bermuara ke aliran sungai Tinggangan, yang kemudian bermuara lagi ke aliran sungai besar Buding.
Pemandu kami saat itu adalah Yudi Brahma, pemerhati sejarah budaya Belitong yang berdomisili di Kecamatan Kelapa Kampit dan juga Andi Susanto, Ketua Lembaga Adat Melayu Belitung Timur.
"Situs ini masuk ke dalam wilayah perdukungan Buding, kuburan batu yang berada di bagian tengah pemakaman ini adalah yang paling tua," kata Yudi.
Yudi mengatakan sejumlah arkeolog sudah pernah meninjau situs tersebut. Dan dipastikan bahwa semua makam di situs Aik Pute adalah makam muslim. Bahkan situs tersebut diduga termasuk bagian dari jejak pemakaman Islam tertua di pulau Belitung.
Ketua LAM Beltim Andi Susanto mengatakan, situs tersebut biasa disebut dengan nama Kuboran Aik Pute. Ia pun tak menampik jejak sejarah kuburan tersebut telah terputus dan hanya sedikit orang yang masih mengetahui ceritanya.
"Kami sudah cek semua makam ini, dan semuanya menghadap kiblat. Keturunan dari mereka yang dimakamkan di sini masih ada hingga sekarang, umumnya keturunan itu ada di Kelapa Kampit, khususnya Desa Buding," kata Andi.
Berdasarkan pengamatan petabelitung.com, terdapat sekitar puluhan makam di situs tersebut. Sebagian makam tampak sudah tertutup belukar, dan sebagian lain hampir rata dengan tanah. Lokasinya dipisahkan dari deretan pohon kelapa sawit dan diberi tanda berupa papan keterangan makam.
Namun ternyata komplek tersebut bukanlah satu-satunya di situs Aik Pute. Sebab sekitar 247 meter dari komplek tersebut, terdapat empat tambak batu yang juga disebut sebagai makam kuno. Bedanya sekelompok makam tersebut tidak dipisahkan dari perkebunan kelapa sawit. Sehingga kondisinya hampir sulit kenali, apalagi terdapat banyak semak dan tumpukan pelepah kering di atasnya.
"Menurut cerita, ini adalah makam dari anak Tuk Layang dan keluarganya, dan oleh sebagian orang dianggap keramat," kata Andi.
Setelah petabelitung.com amati, status keramat itu bisa dikenali lewat sebuah piring dan gelas yang ada di atas makam. Hal tersebut sering dijumpai di makam-makam kuno yang dikeramatkan di pulau Belitung.
Tak berhenti sampai situ saja, situs Aik Pute ternyata juga masih menyimpan satu kejutan di bagian Kepala Aik-nya. Kepala Aik adalah istilah untuk menyebut sumber air. Di sana terdapat sebuah bukit berbatu yang tumbuhi semak belukar. Ketinggiannya mungkin tak lebih dari 25 meter.
Pada bagian punggung hingga puncak bukit tersebut terdapat banyak tumpukan batu. Maka itu bukit tersebut dinama bukit Padang Batu Tambun yang secara harfiah diartikan bukit yang dipenuhi tambunan batu. Di antara tumpukan batu-batu tersebut ditemui pecahan-pecahan keramik. Sebaran pecahan keramik ditemui mulai dari punggung hingga puncak bukit tersebut.
Tak ada sejarah maupun cerita spesifik mengenai asal usul tambunan batu dan pecahan keramik di bukit Padang Batu Tambun. Rasa penasaran pun semakin menjadi hingga terik mentari pukul 14.00 seolah tak terasa dan jam makam siang terlewatkan.
Awak KPSB Peta Belitung kemudian berinisiatif untuk membersihkan semak di puncak bukit. Hal tersebut dilakukan lantaran bentuk tumpukan batu terlihat sepintas mirip kuburan. Namun lantaran keterbatasan peralatan dan tenaga, upaya pembersihan tersebut belum bisa memberikan kepastian mengenai pola tumpukan batu tersebut.
"Dugaan saya ini adalah kuburan, tapi untuk memastikannya memang harus dibersihkan dulu tempatnya," kata Kepala Bidang Sejarah KPSB Peta Belitung Haryanto.
Dugaan Haryanto bukannya tanpa dasar. Sebab lokasi bukit Padang Batu Tambun berada hampir satu garis lurus dengan situs Datuk Keramat Padang Lambayan di kaki bukit Gunong Sepang. Jerak kedua situs tersebut hanya terpaut sekitar 5,7 kilometer.
Seperti yang diketahui, situs Datuk Keramat Padang Lambayan juga berada di sebuah bukit yang ditumbuhi semak belukar. Hanya saja Padang Lambayan lebih tinggi sedikit dari dibandingkan Padang Batu Tambun.
Di atas puncak bukit Padang Lambayan juga ditemukan tumpukan batu yang merupakan makam-makam kuno. Selain itu juga terdapat pecahan keramik yang mirip dengan Padang Batu Tambun. Perhatikan perbandingan bentuk bukit dan pecahan keramik Padang Batu Tambun dengan Padang Lambayan berikut ini :

Bukit Padang Lambayan (kiri) 2015 dan Padang Batu Tambun (kanan) 2019. Wahyu Kurniawan/repro petabelitung.com 2019

Sampel pecahan keramik Bukit Padang Lambayan (kiri) 2015 dan Padang Batu Tambun (kanan) 2019. Wahyu Kurniawan/repro petabelitung.com 2019

Sampel pecahan keramik Bukit Padang Lambayan (kiri) 2015 dan Padang Batu Tambun (kanan) 2019. Wahyu Kurniawan/repro petabelitung.com 2019

Bantuk makam di Bukit Padang Lambayan tahun 2015. Wahyu Kurniawan/repro petabelitung.com 2019.

Susunan batu di puncak bukit Padang Batu Tambun yang diduga sebagai kuburan.Wahyu Kurniawan/repro petabelitung.com 2019. 

Pola makam dengan susunan batu juga digunakan di makam Datuk Keramat Gunong Tajam. Hal tersebut tampak dalam sebuah sketsa yang dilukis pada tahun 1860 atau 159 tahun yang lalu. Sketas tersebut dimuat dalam buku Gedenkboek Billiton Jilid 2 terbitan tahun 1927. Simak sketsanya di bawah ini :
Sketsa makam Datuk Gunong Tajam di puncak bukit Gunong Tajam tahun 1860. Gedenkbeoek Billiton 1927, repro petabelitung.com 2019.
Makam yang disebut sebagai kuburan anak Tuk Layang di situs Aik Pute. Tampak dalam gambar inset adalah piring dan gelas di atas makam tersebut. Wahyu Kurniawan/repro petabelitung.com 2019.
Kabid Sejarah dan Sekretaris KPSB Peta Belitung Haryanto dan Muchlis sedang membersihkan semak yang menutupi sebuah makam kuno di kuboran Aik Pute Buding (kiri). Foto kanan tampak pemerhati sejarah dan budaya Belitong Yudi Brahma sedang menunjukkan pecahan keramik di punggung bukit Padang Batu Tambun, di situs Aik Pute Buding. Wahyu Kurniawan/petabelitung.com 2019.  
Ketua LAM Beltim Andi Susanto berfoto dengan sebuah makam kuno di dekat makam yang disebut sebagai makam anak Tuk Layang di situs Aik Pute, Desa Buding, Kecamatan Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Wahyu Kurniawan/petabelitung.com 2019.


Demi membantu kalian dalam mengenali kemungkinan keterkaitan antar situs tersebut. Petabelitung.com akan mencoba menggambarkannya dalam peta digital Google maps. Penyusunannya dilakukan sesuai titik koordinat yang telah diambil pakai GPS di setiap situs oleh Kabid Sejarah KPSB Peta Belitung Haryanto.
Data titik koordinat tersebut kemudian dipindahkan ke dalam aplikasi Google maps oleh Kepala Bidang Kebudayaan KPSB Peta Belitung Galih Prawira.
Seperti apa gambaran petanya?
Yuk simak bersama-sama di bawah ini :

Peta lokasi situs Aik Pute dan sekitarnya. Google maps/repro petabelitung.com 2019.
Untuk sementara cukup dulu ya guys!
Udah kepanjangan soalnya. Nanti disambung lagi.
Kalau mau lihat videonya, kalian tinggal kunjungi facebook fanspage petabelitung.com
Jangan lupa like and share ya.
Semoga bermanfaat.(*)

Penulis : Wahyu Kurniawan
Editor : Wahyu Kurniawan
Sumber : petabelitung.com