Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Artikel Kuno Tentang Kesenian Beripat


Potongan artikel 'Permainan Beripat dalam majalah Teruna Harapan edisi Juni 1957

PETABELITUNG.COM - Judul asli artikel ini adalah ‘Permainan Beripat’ ditulis Oleh : A.M. Firina Membalong dalam majalah Belitung,  Teruna Harapan edisi Juni 1957. Artikel berusia 58 tahun ini saya tulis ulang dengan menggunakan ejaan yang disempurnakan (EYD), tapi tidak mengubah sedikitpun susunan kalimat di dalamnya. Berikut tulisannya ;

Permainan beripat ini dilakukan oleh dua orang yang saling berpukul-pukulan dengan rotan. Panjang rotan yang dipergunakan kira-kira satu meter lebih, dan besarnya sebesar telunjuk. Pada pangkal rotan itu dililit atau dibebat dengan tali kira-kira sebesar ibu jari.
Kalau sebuah kampung akan mengadakan permainan ini, penggemar-penggemar permainan atau penonton-penonton dari pelosok manapun pergilah ke tempat permainan itu. Biasanya permainan ini baru diadakan kalau ada perayaan perkawinan atau berhatam mengaji Alquran dan lain-lain.
Sebelum permainan diadakan, terlebih dahulu didirikan orang sebuah rumah panggung yang tingginya kira-kira sepuluh meter, luas di atas lebih kurang tiga meter persegi.
Rumah panggung yang didirikan ini diberi berlantai dan beratap saja, jadi tidak berdinding. Tangga untuk naik ke panggung ini biasanya disebut orang dengan nama ‘Balai Peregongan’ ; sebab di situ ditempatkan gong, tawak-tawak dan alat bunyi-bunyian lainnya yang akan dipalu dikala permainan Beripat dimulai.
Panggung ini sengaja dibuat begitu tinggi, supaya suara bunyi-bunyian itu jauh terdengar. Alat bunyi-bunyian yang dipergunakan untuk permainan beripat ini terdiri dari :
1.     Dua buah gong besar
2.     Sembilan buah kelenong kecil atau kelinang
3.     Satu buah tawak-tawak
4.     Satu buah gendang
5.     Satu serunai.
Pada malam yang telah ditentukan untuk melangsungkan permainan itu, maka dari mana-mana datanglah pemain-pemain ‘Peripat-Peripat) dan penonton-penonton sebagaimana keterangan di atas.
Pemain-pemain itu membawa rotannya sendiri-sendiri. Setelah siap semuanya, dipalu oranglah bunyi-bunyian yang telah tersedia di atas panggung itu. Lagu-lagu yang dimainkan merupakan suatu lagu yang semata-mata untuk membangkitkan semangat para pemain.
Di tanah lapang di hadapan panggung itu, di bawah penerangan lampu yang terang benderang dan dikelilingi oleh beratus-ratus bahkan beribu-ribu penonton, majulah salah seorang di antara calon pemain ke tengah-tengah tanah lapangan dengan menari-nari ‘Igal’ namanya. Calon pemain itu ‘Mengigal’ (menari-red) dengan maksud untuk mencari lawan, siapa yang berani melawannya bermain.
Para pemain yang lain berdiri melihat-lihat atau menari-nari juga untuk mencari siapa yang disetujuinya, majulah ia ke tengah-tengah lapangan mendapatkan yang sedang ‘Mengigal’ itu seraya berkata ‘Kiape Re’ (yang artinya : Bagaimana Saudara). Kalau orang yang ditegur merasa setuju juga, lalu dijawablaj dengan ‘Tulai’ yang maksudnya atau artinya ‘Jadi’. Dan kedua orang tadi pergilah mendapatkan seorang dukun yang memang selalu di situ.
Oleh dukun serta orang-orang tua yang hadir, ditanyailah kedua orang yang akan ‘Beripat’ itu siapa nama mereka, dari desa atau kelurahan mana asalnya, apakah mereka itu sudah saling bekenalan, apakah mereka itu pernah berselisih atau berdendam dan lain-lain.
Manakala menurut pertimbangan orang-orang tua, dukun ataupun oleh orang lain tiada berhalangan lagi untuk melangsungkan pertandingan kedua mereka itu, maka rotan kedua mereka itu diukurkan sama panjangnya dan kira-kira sama besarnya. Baju kedua mereka itu dilucuti atau dibuka (dari pinggang ke atas dalam keadaan telanjang). Kepala mereka dibalut kain hingga telinga dan tangan kiri mereka itu dibalut pula dengan kain hingga siku.
Kemudian rotan kedua mereka itu digosok dengan Air Jampi dari dukun, sesudahnya diserahkan kembali kepada mereka masing-masing dan keduanya pun majulah ke tengah lapangan untuk mengadu ketangkasan kepandaian mereka masing-masing.
Dalam pada itu juru pengisah siap sedia untuk memisahkan mereka itu di mana perlu. Keduanya bertantang-tangan dan bersedia-sedia yang masing-masing menyuruh memukul dahulu.
Jika salah seorang memukul, dengan segeral pula lawannya menangkis pukulan itu dengan pukulan rotannya atau dengan tangan kirinya yang sudah dibalut tadi.
Kedua mereka itu sekarang serang menyerang, tangkis menangkis. Kalau keadaan sudah menghebat, diperhatikan oleh juru pisahlah jalannya pertarungan dengan teliti, setelah menurut patutnya dipisahkan kedua mereka itu dan kemudian dibawa kehadapan dukun atau orang-orang tua yang hadir di situ untuk diberikan siapa yang kalah dan siapa yang menang. Akhirnya kedua pemain itu berjabat tangan tanda artinya permainan tidak menjadi dendam dan lain-lain.
Ilustrasi gambar dalam artikel Permainan Beripat
Kiranya dapatlah saudara pembaca membayangkan sendiri keadaan penonton di tempat itu. Pekik sorak, tertawa ria dan hati yang berdebar-debar tak dapat penulis lukiskan di sini. Dari awal sampai akhir permainan ini, para penonton hanyut dalam gelombang kegembiraan. Inilah salah satu tanda bagaimana besarnya simpati masyarakat pada permainan ini.
Biasa juga dalam semalam itu kira-kira 10 pasang pemain mengadu kepandaiannya. Perlu juga penulis jelaskan bahwa kalau akan mengadakan permainan harus mendapat izin dari yang berwajib.
Sebagai penutup tulisan ini perlu juga saudara pembaca mengetahui tentang adat-adat atau cara-cara permainan yang penulis kemukakan dalam majalah ini. Khusus dari daerah Belantu atau kecamatan Membalong. Jadi tentu saja agak berlainan sedikit cara melakukannya di tempat-tempat lain dalam Kabupaten Belitung.
Marilah saudara pembaca, kita renungkan kembali kesenian-kesenian yang penulis paparkan. Sebagaimana para pembaca sendiri mengetahui pada dewasa ini kesenian-kesenian kita hampir tinggal nama saja. Barangkali anak cucu kita nanti tidak mengetahui sama sekali bahwa penghuni pulau timah Belitung juga mempunyai adat istiadat dan kesenian-kesenian tersendiri.

Akhir kata : Hiduplah kesenian kita kesenian Belitung.
Adegan permainan Beripat dalam sebuah sesi pelatihan fotografi. Dok Disbudpar Beltim 2013

Dua yachter asal Perancis sedang berpose ala permainan Beripat di Ruang Budaya Kantor Disbudpar Belitung Timur. Dok Disbudpar Beltim 2015