Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Kondisi Kesehatan Pulau Belitung sebelum Era Timah, Ada Istilah Penyakit Baik

PETABELITUNG.COMSebelum hadirnya perusahaan timah swasta Belanda (1851), kondisi Pulau Belitung minim akan layanan kesehatan biomedis. Dokter dan fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit belum terdapat di Pulau Belitung. Penduduk hanya mengupayakan pengobatan tradisional, yang terbatas pada perawatan luka luar dengan disertai mantra-mantra. Dalam proses bersalin, penduduk Pulau Belitung mengandalkan dukun bayi. Menurut Anton Hendriks yang pernah bertugas sebagai dokter di Pulau Belitung (1857-1865), dukun bayi telah lama menjadi profesi penting di antara penduduk sehingga jumlahnya cukup banyak.

Sebelum hadirnya pertambangan timah swasta, diketahui pula penduduk Pulau Belitung tidak mengalami penyakit kekurangan nutrisi, seperti beri-beri. Mengingat penduduk Pulau Belitung mengusahakan sendiri berasnya dengan peralatan tradisional (bukan mesin giling) sehingga kulit beras yang kaya vitamin B1 tidak hilang. Pola makan dengan beras demikian seharusnya membuat penduduk Pulau Belitung terhindar dari beri-beri. Pulau Belitung lebih berkutat pada masalah penyakit cacar yang memang cukup merebak di antara penduduk. Penduduk lebih senang menyebut cacar dengan istilah “penyakit baik”. Hal demikian merupakan adab penduduk Belitung tempo dulu dalam menamakan penyakit dengan kata yang tidak vulgar supaya bisa menentramkan hati penderitanya.[1] Menurut taksiran Dokter Anton Hendriks dalam Geneeskundig Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie 1863, paling tidak sejak 1830-an, penyakit cacar telah mulai mewabah di Pulau Belitung. Selain cacar, penduduk Pulau Belitung juga telah lama dihantui penyakit malaria. Penyakit malaria ini tidak terlepas dari kondisi Pulau Belitung yang terdapat banyak sungai dengan aliran lambat. Keberadaan rawa-rawa dan danau kecil juga turut mendukung hadirnya penyakit malaria di Pulau Belitung.

Penduduk kampung di daerah Tanjungpandan, Belitung juga sering mengalami demam tinggi yang disertai sakit kepala hebat. Penduduk menyebut sakit tersebut dengan nama pialoe. Penyakit pialoe didorong oleh lingkungan rumah-rumah penduduk yang berdiri di atas tiang-tiang (rumah panggung), berdekatan satu dan lain, dan dibangun di pantai sehingga sering membawa penyakit ketika air pasang. Kemudian untuk penyakit kelamin yang menular, seperti sifilis jarang terjadi sebab para penduduk asli Pulau Belitung tidak mengenal praktik prostitusi. Bilamana terdapat penderita sifilis, biasanya dipasok oleh penduduk luar Pulau Belitung.(*)



[1] Wahyu Kurniawan,  Cara Penduduk di Belitong Tempo Dulu Merespon Wabah Penyakit, Namanya Tidak Disebut Secara Vulgar, tersedia pada https://www.petabelitung.com/2020/03/cara-penduduk-di-belitong-tempo-dulu.html diakses tanggal 30 Juli 2021.

 

Penulis : Dony A. Wijaya

Editor: Wahyu Kurniawan

Sumber: petabelitung.com

Foto ilustrasi: Sebuah keluarga Orang Darat, penduduk bumiputra Belitong. Gedenkboek Billiton, 1927.