Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Jejak Laut di Makam Tuk Layang

PETABELITUNG.COM - Syahdan. Tiba saatnya Ketua Lembaga Adat Belitung Timur Andi Susanto mengolah kembali ingatan 10 tahun silam untuk mencari makam Tuk Layang di antara Renggiang dan Lintang. Pada kunjungan pertama, kami masuk ke sebuah padang yang sudah dibersihkan oleh alat berat. Namun tidak ditemukan jejak makam di sana.

Andi kemudian beranjak ke tempat lain tanpa menunggu rombongan. Akhirnya kami sempat tercerai hingga rombongan kedua berjalan sampai menuju aliran sungai Lenggang. Bersyukur komunikasi bisa disambung via telpon seluler. Ternyata rombongan kedua sudah melenceng lebih dari 1,5 kilometer dari posisi Andi.

Makam Tuk Layang rupanya berada di samping pabrik peleburan timah Lintang. Lokasi makam itu berjarak sekitar 200 meter dari jalan raya Simpang Renggiang Gantung. Kalau mengikuti jalan setapak, maka jaraknya menjadi sekitar 270 meter.

"Tadi Beliau pakai GPS dan hampir muntah ketika sampai di sini," kata Yudi Brahma pemerhati sejarah budaya Belitong di Belitung Timur sambil tersenyum, Sabtu (19/9/2020) jelang tengah hari.

GPS adalah khiasan Yudi untuk menyebutkan cara metafisika yang digunakan oleh Andi Susanto dalam menemukan makam Tuk Layang. Menurut Yudi, cara itu terpaksa digunakan karena sulit bila hanya mengandalkan ingatan tentang lokasi yang dikunjunginya 10 tahun lalu.

Lokasi padang pertama yang kami kunjungi dengan pemandangan berlatar bukit di Desa Renggiang

Jalan setapak menuju Makam Tuk Layang.

Denah makam Tuk Layang

Lokasi makam Tuk Layang di Desa Lintang

Penelusuran Makam Tuk Layang berawal dari buku berjudul Sastra Lisan Bahasa Melayu Belitung. Buku terbitan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2001 itu merupakan cetakan hasil Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Sumatera Selatan tahun 1987. Dalam buku ini ditulis cerita rakyat berjudul Keramat Menangan. Awal kisahnya menyebutkan daftar nama 10 orang pemimpin Islam di Pulau Belitung, salah satunya adalah Datuk Layang.
"Datuk Layang, sekitar jalan tengah dan menurut informasi makamnya terdapat di Padang Puntong, antara Renggiang dan Lintang," demikian kutipan dari buku Sastra Lisan Bahasa Melayu Belitung halaman 146.
Datuk Layang atau Tuk Layang menarik perhatian kami karena nama ini begitu melegenda di Belitong. Bahkan nama Beliau diabadikan menjadi nama asrama mahasiswa Belitung di Depok. Sejauh ini buku Sastra Lisan Bahasa Melayu Belitung adalah satu-satunya refrensi yang kami miliki yang menyebutkan lokasi makam Beliau Tuk Layang.
Seperti biasa, kami memulai penelusuran dengan meninjau peta-peta kuno. Dan peta Cornelis de Groot sekali lagi memberikan petunjuk tentang Padang Puntong. Dalam peta yang diterbitkan tahun 1887 tersebut terdapat sebuah sungai di sekitar Renggiang dengan nama Sungai Pontong. Sungai itu terhubung ke Sungai Riung yang bermuara ke Sungai Lenggang.
Kemudian berdasarkan informasi ini kami mengontak Andi Susanto Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Belitung Timur. Dan Andi pun mengamini informasi tersebut. Ia mengatakan memang Makam Tuk Layang di dekat sungai tersebut yang nama kawasannya dikenal dengan nama Padang Puntong.
Kami tidak menemukan kata Puntong dalam glosarium bahasa Melayu Belitong yang ditulis oleh Cornelis de Groot (1887) maupun Vorderman (1891). Namun kami menemukan kata itu dalam Kamus Bahasa Aceh Indonesia Seri 2 M-Y. Kata Puntong dalam kamus itu berarti: puntung, putus, terpotong, tidak berujung, buntu, memotong, mengerat, memenggal, memarang, memuntungkan, mengundung. Sedangkan menurut Yudi dalam tradisi tutur masyarakat Belitong, kata Puntong diartikan sebagai kayu bakar yang dipotong yang diujung terdapat arang atau bekas api.

Arti kata Puntong dalam Kamus Bahasa Aceh-Indonesia Seri 2 tahun 1985. 

Lokasi Sungai Pontong dalam peta Cornelis de Groot tahun 1887.

Berdasarkan pengamatan, bentuk makam Tuk Layang tampak berbeda dari kebanyakan makam kuno yang biasa kami temui. Makam Tuk Layang rata dengan tanah. Nisannya tampak sudah diganti dan masih mengkilap. Sedangkan nisan lamanya diletakkan di sisi makam. Baik nisan baru maupun nisan lama tersebut sama-sama terbuat dari bahan kayu. Namun nisan lama itu diduga bukan nisan asli dari makam Tuk Layang.
Terdapat jejak laut di makam Tuk Layang. Jejak itu tampak pada tambak makam yang terbuat dari susunan terumbu karang. Susunannya sederhana, tidak bertingkat, dan dipasang rapi mengelilingi nisan. Dalam buku Jenis-Jenis Karang di Indonesia karya Suharsono (Jakarta: LIPI Press, 2008) disebutkan bawah karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan mulut berada di atas. Jadi ingat ya ges, karang itu bukan batu, tapi makhluk hidup.
"Identifikasi karang tidaklah semudah identifikasi tumbuhan dan ikan dimana terminologi untuk kedua biota tersebut dapat berlaku umum dan kunci determinasi telah dibuatkan secara mapan. Kesulitan yang dihadapi dalam identifi kasikarang adalah terminologi yang ada tidak dapat berlaku secara umum untuk semua jenis karang. Hampir tiap suku atau bahkan beberapa marga mempunyai terminologi sendiri-sendiri," kata Suharsono dalam bukunya.
Bila diamati secara sepintas, karang di makam Tuk Layang terbagi menjadi empat tipe yakni Tipe Meandroid, Flabello-meandroid, Cerioid, dan Tipe Hydnophoroid

Mengutip dari tegardanserentak.blogspot.com, dapat diketahui mengenai karakteristik dari keempat tipe karang tersebut. 

Tipe Meandroid; apabila koloni mempunyai corallite yang membentuk lembah dan corallite disatukan oleh dinding-dinding yang saling menyatu dan membentuk alur-alur seperti sungai.

Tipe Flabello-meandroid; seperti meandroid, dimana membentuk lembah-lembah memanjang, namun corallite tidak memiliki dinding bersama.

Tipe Cerioid; apabila dinding corallite saling menyatu (bersanding satu sama lain) dan membentuk permukaan yang datar.

Tipe Hydnophoroid; Corallite terbentuk seperti bukit yang masing-masing memiliki dinding pembatas, tersebar pada seluruh permukaan koloni.


Motif karang di makam Tuk Layang, Sabtu (21/9/2020) siang. Foto Haryanto. Repro by petabelitung.com tahun 2020. 
Motif karang di makam Tuk Layang, Sabtu (21/9/2020) siang. Foto Haryanto. Repro by petabelitung.com tahun 2020.

Motif karang di makam Tuk Layang, Sabtu (21/9/2020) siang. Foto Wahyu Kurniawan. Repro by petabelitung.com tahun 2020.

Ketua LAM Beltim Andi Susanto di sisi makam Tuk Layang dan Yudi Brahma sedang diwawancarai oleh petabelitung.com, Sabtu (21/9/2020) siang.

Tipe karang di makam Tuk Layang sepertinya selaras dengan karakteristik lanskap Pulau Belitung yang memang terdiri dari bukit, lembah, sungai, padang yang datar, dan juga laut. Namun kaitan mengenai keduanya tentu masih harus dikaji lebih lanjut.

Andi Susanto mengatakan, berdasarkan tradisi tutur diketahui bahwa Tuk Layang merupakan seorang tokoh agama Islam dari 12 orang bersaudara. Dari 12 orang itu, tujuh orang laki-laki dan lima orangnya adalah perempuan. Mereka semuanya tersebar di seantero Pulau Belitung.

"Tuk Layang dan saudara-saudaranya itu semuanya berdakwah. Mereka adalah tokoh penyebar agama Islam. Jadi situs makam Tuk Layang di Desa Lintang ini bukan hanya milik masyarakat di Kabupaten Belitung Timur saja, tapi juga milik Urang Belitong di Pulau Belitung," kata Andi.

Makam Tuk Layang bukanlah satu-satunya makam yang ada di Padang Puntong. Di sekitar makam tersebut setidaknya terdapat 10 makam lain yang saling berdekatan. Namun kebanyakan makam tersebut tidak memiliki tambak, dan hanya ditandai dengan nisan kayu maupun batu.

"Ini makam kerabat-kerabat Beliau (Tuk Layang)," kata Andi.

Baca : Kumpulan Foto Makam Tuk Layang

Belum diketahui alasan penggunaan terumbu karang di makam Tuk Layang. Pemerhati sejarah budaya Belitong di Belitung Timur Yudi Brahma mengatakan mobilisasi karang ke makam tersebut tentu bukan perkara mudah. Sebab jarak pantai terdekat dari makam tersebut yakni sekitar 20 kilometer.

Menurut Yudi, bentuk makam seperti makam Tuk Layang terbilang jarang ditemui di Pulau Belitung. Ia memperkirakan jumlahnya mungkin tak sampai tujuh makam. Lebih istimewa lagi, makam Tuk Layang yang bertambak karang ini terbilang jauh dari pantai.

"Karang ini jelas bukan dipinggir-pinggir di tepi pasir, ini namanya karang Lana, tempatnya berada di bing, pembatas antara laut dangkal dengan laut dalam," kata Yudi.

Dalam penelusurannya, Yudi pernah sampai ke Desa Kalipang, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Di desa tersebut terdapat dukuh (dusun) bernama Dukuh Blitung.

"Dukuh ini merupakan dukuh yang mempunyai masjid peninggalan Mbah Abdullah Shajad dari Bangka Belitung. Masjid Jami Wali Blitung merupakan masjid tertua di Kecamatan Sarang," demikian keterangan dari website resmi Desa Kalipang.

Yudi pun berkunjung ke Pesantren KH Maimun Zubair di Dukun Blitung. Di sana Yudi bertemu langsung dengan putra sulung Mbah Mun, yakni KH Abdullah Ubab. Ia berusaha menggali informasi lebih dalam terkait penuturuan Mbah Mun sebelumnya tentang Wali Blitung.

Yudi dan Andi berfoto bersama pimpinan pondok pesantren AL ANWAR II KH Abdullah Ubab di Dusun Blitung, Desa Kalipang, Kecamatan Rembang, September 2019 lalu. repro by petabelitung.com tahun 2020


Yudi mengatakan, ternyata Wali Blitung itu ada dua orang. Satu bernama Wali Ahdad atau Abdullah Sajad dan satunya lagi adalah Ibrahim Halimun atau kadang juga disebut Abdullah Halimun.

"Setelah kami pelajari dari cerita hikayat masyarakat, yang bernama Abdullah Halimun atau Ibrahim Halimun itu adalah nama asli dari Tuk Layang," kata Yudi.

Yudi tak menampik bahwa Tuk Layang adalah tokoh dalam hikayat. Maka itu ia tak menutup diri terhadap berbagai penelitian lebih lanjut  terhadap sosok Tuk Layang. 

"Terlepas dari semua itu, memang harus ada logika yang harus kita percaya agar bisa masuk ke ranah pembuktian, tapi berdasarkan keyakinan, hikayat saja sudah diyakini oleh masyarakat Belitung," tandas Yudi.

Baca: Hikayat Tuk Layang

Camat Simpang Renggiang Rodi Rosadi mengatakan situs makam Tuk Layang sudah lama dikenal, jauh sebelum Kecamatan Simpang Renggiang dibentuk. Sejumlah orang juga secara berkala sering menziarahi makam tersebut.

"Kami dari Kecamatan akan tetap menjaga dan melestarikan situs tersebut, dan kami berharap pihak terkait bisa ikut melakukan penelitian sehingga nanti situs ini bisa menjadi sebuah situs bersejarah dan mungkin bisa berkembang menjadi wisata religi," kata Rodi.

Rodi juga memastikan kegiatan ziarah sejumlah orang ke makam Tuk Layang selama ini tidak mengandung praktik-praktik lain selain ziarah. Menurutnya, kebanyakan yang berkunjung juga memiliki motif kesejarahan karena mengingat begitu melegendanya nama Tuk Layang di Pulau Belitung.

"Kami berharap generasi muda dapat mengetahui dan memahami ini dan juga ikut melestarikannya," kata Rodi.

Camat Simpang Renggiang Rodi Rosadi. Repro by petabelitung.com tahun 2020


Demikian artikel tentang Jejak Laut di Makam Tuk Layang. Kajian lebih lanjut terkait sejarah maupun tradisi tutur tentang makam Tuk Layang tentunya masih perlu diperdalam. Namun setidaknya tulisan ini bisa menjadi salah satu data bagi penelitian tersebut. Semoga bermanfaat.(*)


Penulis: Wahyu Kurniawan

Editor: Wahyu Kurniawan

Sumber: petabelitung.com