Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Berguru Pada Tukang Tanak


Jangan Sampai Mati Keran

Apa yang dijunjung Dayang Cemagot, semua orang tahu. Bahkan anak-anak pun tahu isi junjungan. Semua bisa dimakan. Itu pasti. Tetapi apa saja makanannya, ini soal promosi.

Dayang Cemagot, melengkingkan suara agar kue-kuenya terjual habis. Beda dengan Pak Kahim, kerak nasi yang ia junjung bukan untuk sekedar untuk dilahap habis tetapi memberi nasehat agar mempelai paham bahwa seorang laki-laki harus mampu menafkahi keluarga.

Soal bersilat lidah, Pak Kahim tak piawai berbalas pantun. Cukup berdiri menjunjung kerak nasi, ia anggap sudah memberi nasehat. Semangat Pak Kahim, mantan penjaga sekolah ini sama seriusnya dengan niatnya menjaga tradisi.

"Yang penting, jangan sampai mati keran".
Nah ini nasehat bukan hanya untuk mempelai tetapi untuk siapa saja yang ingin berjuang hidup. Pak Kahim pun berkisah bahwa tak mudah menanak nasi gawai untuk pesta perkawinan. Ia tak hanya menjaga nasi agar masak sempurna tetapi juga harus menyisakan kerak nasi yang juga sempurna.

Dua kesempurnaan dalam satu kawasan (kuali besar) itu memang tak gampang. Api harus menyala sempurna, jangan sampai "mati keran" karena itu kayu api harus kering.

Semangat. Gelora semangat itu yang menjadi nasehat dari cerita Tukang Tanak gawai perkawinan. Ia tak langsung memberi nasehat. Ia hanya menunjukkan kayu api, pun dengan kerak nasi yang ia junjung dalam prosesi Berebut Lawang. Hidup akan berwarna kala kita bisa menjaga semangat hidup. Soal naik turun adalah soal perjuangan namun semangat jangan sampai mati keran.
(Fithrorozi, Berguru Pada Tukang Tanak)

Penulis: Fithrorozi
Editor : Wahyu Kurniawan.
Sumber : facebook Fithrorozi Belitong.
Diposting: 24 November 2018.