Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Sejarah Timah Belitung (bagian 1)


Penemuan dan penambangan timah pertama di Pulau Belitung tidak pernah diketahui secara pasti hingga sekarang. Namun, sejumlah pakar sejarah berpendapat, penambangan timah di Pulau Belitung sudah lebih dulu dilakukan oleh penduduk pribumi, jauh sebelum Bangsa Belanda menemukan timah di pulai ini pada awal abad ke-19.
Pendapat itu berkaitan erat dengan komoditi perdagangan asal Pulau Belitung di abad ke-17, yakni berupa kapak dan parang. Selain itu penduduk pribumi juga sudah mampu membuat paku yang digunakan sebagai alat tukar-menukar dan upeti untuk Sultan Palembang. Komisaris Pemerintah Hindia-Belanda J.J Van Sevehoven dalam laporannya saat mengunjungi Belitung pada 1823 mengatakan, Belitung telah menghasilkan paku yang terbuat dari timah dengan bermacam ukuran.
Keberadaan perkakas dari besi dan paku-timah inilah yang kemudian menimbulkan dugaan bahwa Pulau Belitung memiliki kandungan timah dan sudah ditambang sejak lama. Sutedjo dalam bukunya Sejarah Timah Indonesia sempat melontarkan dugaan yang menggelitik tentang penemuan timah pertama di Indonesia. Ia mengatakan, mungkinkah di Belitung, yang konon dikatakan bahwa bijih besi yang memiliki kandungan timah tinggi di Gunung Selumar sudah ditambang sebelum abad ke-17, yang artinya sebelum 1700 Masehi.
“Kalau dikaitkan dengan kemampuan Belitung untuk mengekspor barang dari besi (antara lain kapak dan parang) sebelum abad ke-17, sangat mungkin paku-timah itu sudah diproduksi juga di masa itu. Artinya, timah sudah ditambang di Belitung sekurang-kurangnya pada abad ke-17,” (Sutedjo, 1996:56)
Tentang perdagangan perkakas besi dari Belitung juga diungkap oleh W.S Stapel, seorang dosen sejarah kolonial dari Universitas Amsterdam. Stapel mengatakan, sejak pertengahan abad ke-17 sudah ada hubungan dagang antara Pulau Belitung dengan beberapa tempat yang telah diduduki Belanda, khususnya dengan Batavia. Komoditi utama dari Belitung saat itu yakni besi, dan perkakas dari besi, dan ada kalanya juga damar dan beras.
Kegiatan perdagangan antara Pulau Belitung dan Batavia tercatat dalam Buku Register Batavia. Berikut potongan dari buku register tersebut ;
5 Oktober 1640 : Berangkat sebuah perahu dari Batavia ke Belitung dengan membawa pakaian seharga 100 real.
12 Januari 1648 : Tiba sebuah tongkang di Batavia dari Belitung dengan 21 awak. Membawa 10.000 buah muatan (kapak dan parang).
22 April dan juga 2 Juni 1648 : Tiba di Batavia sebuah kapal dari Belitung dengan membawa pahat dan parang.
Pada Mei 1661 : Tiba di Batavia sebuah kapal dari Belitung dengan membawa 10.000 buah pahat dan 50 pikul damar.
Januari 1663 : berangkat dari Batavia 4 kapal dengan membawa pakaian ke Belitung ; Maret 1663 datang kembali satu dari sana dengan membawa muatan beras.
Mei 1665 seorang penduduk dari Belitung tiba di Batavia dengan membawa 1900 buah pahat, 100 buah parang, 5 pikul dammar, dan 60 tikar.
November 1665 : Seorang penduduk dari Belitung membawa 2000 buah kapak ke Batavia. (Stapel, 1938:14)
Pada tanggal 17 Mei 1812, Sultan Najamudin dari Kesultanan Palembang didesak oleh Inggris untuk menyerahkan Pulau Bangka dan Belitung. Dalam kontrak politik antara keduanya disebutkan, Sultan harus menyerahkan Pulau Bangka dan Belitung beserta segala kekayaan yang ada di dalamnya termasuk tambang-tambang timah.
Namun belum jelas, apakah konteks tambang timah yang dimaksud dalam kontrak politik tersebut juga merujuk pada Pulau Belitung. Sebab, saat itu belum ada catatan yang menyebutkan tentang pembukaan tambang timah di Pulau Belitung. Menurut Sutedjo, di abad ke-18 sebagian orang memang sudah menduga pulau ini mengandung timah, karena adanya timah selundupan dari perorangan yang merahasiakan sumbernya.
“Dari bukti penggalian arkeologis memang didapat bukti bahwa jauh sebelum diadakan penelitian oleh peneliti Belanda, kegiatan penambangan telah dilakukan oleh penduduk setempat. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya beberapa bekas penggalian dan barang-barang keramik di sekitar Pegarun, dekat Buding, Pring, dan Kepenai, yang diperkirakan sudah beratus-ratus tahun umurnya. Bahkan menurut Osberger (1965) sangat mungkin berumur lebih dari 1000 tahun (sayang studi lebih rinci mengenai hal ini tidak dilakukan untuk mendapatkan kepastian,” (Sutedjo, 1996:56)

Tak hanya Sutedjo, Wakil Kepala Administrator NV Billiton Maatschappij Billiton Jariq Cornelis Mollema (1922) juga mengatakan, penambangan timah di Pulau Belitung sudah berlansung sejak zaman kuno. Hal itu merujuk pada penemuan siput dan perkakas dari kayu besi di tambang No.3 Boedoeng di kedalaman 8 kaki pada 1880/1881.(Wahyu Kurniawan)