Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Generasi Millennial Belitong dan Kisah Putri Bunga di Tanjung Binga


PETABELITUNG.COM - Memilih tempat presentasi di Tanjung Binga, bukan tanpa sebab. “Karena Putri Tanjung Bunga ini mengisahkan sejarah Tanjung Bingak pak“ ujar salah satu dari mereka mengungkapkan alasan.
Menjadikan Tanjung Binga sebagai objek penelitian sejarah dan budaya memang tidak lazim. Desa Tanjung Binga sudah terlanjur identik dengan laut dan kelekak. Di batas wilayah mereka tempatkan ikon durian sebagai hasil dari kebun buah tahunan dan ikon bingak, yani sejenis kerang laut.
“Baru kali ini saya mendengar (kisah) Putri Bunga tetapi kalau kuburan Nek Raje memang ada“ ujar warga yang menanggapi hasil penelitian siswa SMA Negeri 1 Tanjungpandan.
Penelitian itu bertajuk “ Implikasi Dari Eksistensi Kerajaan Tanjung Bunga Terhadap Terciptanya Unsur Baru Dalam Kebudayaan Belitung”.
Gagasan penelitian dan kemunculan teorama tak mesti harus didasarkan pada logika ilmiah. Archimedes bahkan terinspirasi dari ruang kamar mandi, tekanan tubuhnya membuat air terdesak keluar. “Eureka !, Eureka !, Eureka !“ teriak Archimedes meluapkan suka cita karena bak mandi memberinya inspirasi memunculkan sebuah teorama yang dikenal dengan Hukum Archimedes.
Seperti halnya bak mandi, makam pun bisa memberi inspirasi. Ketua Lembaga Adat Belitung Timur Andi menunjukkan sebuah makam untuk menguatkan keterkaitan dengan sebuah kerajaan. “Makam Siti Nafsiah ini berada di Pering”.
Siapa Siti Nafsiah? . Pada lembar ke-26 dokumen penelitian, disebutkan Siti Nafsiah adalah putri ke-10 dari pasangan Putri Bunga dan Syeikh Hatamul Abu Ya’kub. 
Abu Nasir Al-Farabi/Al-Farabius (870-900) mengkaitkan fenomena dengan filosofi dan logika. Sebuah fenomena yang dikaitkan dengan beragam aspek atas dorongan logika. Kekuatan logika ini tidak terikat pada sebuah rujukan yang biasa dilakukan “kaum“ Bayani dan Irfani.
Logika inilah yang membuat gagasan terkesan berseberangan dari apa yang biasa dirujuk oleh kaum kebanyakan. Maka ketika dimunculkan pemikian bahwa di Tanjung Binga pernah terdapat kerajaan, maka landasan logika dan argumentasi dari hipotesa yang muncul kemudian menjadi penting.
“Memang penelitian ini syarat dengan hipotesa tetapi ini menjadi langkah awal untuk memperdalam kajian sejarah” ujar Marwan menanggapi presentasi siswa.
Ada upaya untuk merangkai sejarah geopolitik pasca runtuhnya kerajaan Sriwijaya yang berimplikasi di wilayah pecahan kekuasaan Sriwijaya. Pada halaman 23, dikisahnya awal munculnya Kerajaan Tanjung Binga.
“Perseteruan antara Putri Bunga dan Prameswara mengakibatkan keduanya memilih jalan yang berbeda begitupula dengan Raja Balitunggadewa yang mengajak lari Putri Bunga agar terhindar dari pelampiasan amarah Prameswara yang ingin merubah takhta kerajaan.” (Allief Nuriman,dkk, 2018:23).
Perseteruan Raja Sriwijaya ini menarik minat anak muda Belitong untuk meneliti. Mereka kaitkan kejatuhan Sriwijaya dengan kerajaan Mahapahit, Samudera Pasai, invasi kerajaan Singasori dan kerajaan Melayu di Jambi. Relasi sejarah ini, setidaknya mempengaruhi perspektif wilayah pesisir sebagai titik lintasan dari jalur maritim Nusantara dan implikasi kebudayaan Islam di Pulau Belitung.
Pada bab Penutup, mereka menyadari perlu adanya pembuktian yang kuat dan penelitian lebih lanjut. Namun setidaknya, penelitian siswa SMAN 1 Tanjungpandan menolak logika bahwa perkembangan teknologi informasi membuat generasi millennial terjebak dengan pemikiran global.
Setidaknya mereka telah memanfaatkan literasi digital untuk mengenal jati diri atau kebudayaan lokal. Perkara penelitian ini syarat dengan hipotesa tak jadi soal. Bukankah metode ilmiah selalu terkait dengan hipotesa.

Penulis: Fithrorozi
Editor: Wahyu Kurniawan
Sumber: facebook Fithrorozi Belitong.
Keterangan foto: Para siswa SMAN 1 Tanjungpandan saat mempresentasikan hasil penelitiannya di Desa Tanjung Binga, Kamis (27/12/2018). Fithrorozi.