Video Of Day

ads

Selayang Pandang

Kerajaan Balok - Part 10

BAB IX
PENELITIAN TENTANG KERAJAAN BALOK

Penelitian terakhir tentang kerajaan Balok berlangsung pada tahun 2009. Total waktu yang dibutuhkan mulai dari persiapan sampai pelaporan adalah tujuh bulan, Maret-September.
Kegiatan penelitian ini merupakan kerjasama antara Puslitbang Lektur Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama Republik Indonesia dengan STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung. Pelaksanaan penelitian dilakukan oleh tim peneliti STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung. Hasil penelitian ini kemudian diberi judul ‘Kerajaan Balok (1616-1873) Sejarah dari Pulau Belitung’.
Para peneliti pada saat di lapangan menemui kendala minimnya literatur kuno yang berkaitan dengan kerajaan Balok. Selain itu mereka juga tidak menemukan bukti sejarah yang bisa membantu menjelaskan keberadaan kerajaan Balok.
“Di sana hanya dijumpai makam-makam tua yang kurang terawat dan hampir tidak dapat bericara apa-apa karena tidak adanya jejak tulisan pada nisan makam. Atau tempat-tempat yang dianggap memiliki hubungan sejarah dengan Kerajaan Balok,” tulis Tim Peneliti Sejarah Kerajaan Balok, 2009.
Kerajaan Balok sejauh ini memang tidak memiliki peninggalan fisik semacam kraton, gapura, atau prasasti. Kondisi ini juga dihadapi oleh para peneliti pada tahun 2009.
“Kenyataan-kenyataan di atas melahirkan perdebatan batin anggota tim. Berbagai pertanyaan muncul, begitu kejamnya zaman sehingga tidak menyisakan sedikit pun jejak-jejak kerajaan Balok sebagai salah satu kerajaan yang pernah ada di bumi nusantara,” tulis Tim Peneliti.
Minimnya data primer membuat Tim Peneliti melontarkan pertanyaan yang terbilang ekstrim. Pertanyaan itu menyangkut eksistensi kerajaan Balok. Seperti apa wujud kerajaan balok? Apa sama halnya seperti kerajaan lain di nusantara.
“Atau lebih ekstrim lagi, jangan-jangan kerajaan Balok itu tidak pernah ada? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus menghantui dan memacu tim untuk terus mencoba mencari penjelasannya. Harapannya, hal ini  bisa menjadi rasionalisasi dari berbagai informasi yang digunakan dan telah berkembang di masyarakat pada umumnya dan masyarakat Belitung pada khususnya,” tulis Tim Peneliti.
Pada akhirnya salah satu bukti sejarah yang menunjukkan keberadaan kerajaan balok adalah stempel. Menurut Tim Peneliti, huruf arab Melayu (Jawi) dalam stempel tersebut berbunyi : “alamat Depati Cakraningrat Billitung 1241 H,”. Tahun 1241 Hijriah bila dikonversi ke Masehi menjadi tahun 1842 M. Artinya, stempel itu dikeluarkan pada masa KA Rahad yang bergelar Depati Cakraningrat VIII (1821-1854).
Lantas apakah balok adalah sebuah kerajaan? Berdasarkan hasil penelitian Tim Peneliti STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung dapat ditemukan jawabannya. Kerajaan Balok diyakini telah menjalin hubungan pertuanan dengan Kesultanan Palembang. Hal ini dibuktikan dengan adanya gelar Ki Agus (KA) untuk keturunan laki-laki dan Nyi Ayu/Nyanyu (NA) untuk keturunan perempuan. Selain itu adanya semacam keharusan Raja Balok membayar ‘uang jasa’ kepada Sultan Palembang. Pemberian ‘uang jasa’ ini sebagai bentuk imbal balik kepada Kesultanan Palembang yang telah membantu Raja Balok dalam urusan politik kekuasaan kerajaan Balok di pulau Belitung.
“Jika dilihat dari sistem pemerintahan Kesultanan Palembang, disinyalir pemerintah kerajaan Balok adalah merupakan daerah ‘Sindang’ , yakni sebuah daerah “bebas” yang dipimpin oleh seorang depati (berarti raja kecil) dengan tugas sebagai hulubalang untuk membantu kerajaan mempertahankan wilayah kekuasaan,” tulis Tim Peneliti.
Secara harfiah, kerajaan Balok sudah cukup untuk dikategorikan sebagai sebuah kerajaan. Setidaknya kesimpulan ini mengacu pada pengertian kata ‘Raja’ dan ‘Kerajaan’ dalam Kamus Bahasa Indonesia. Dalam kamus disebutkan bahwa Raja juga memiliki arti: kepala daerah istimewa dan orang. Kerajaan Balok dipimpin oleh seorang Depati yang menjadi raja kecil yang memiliki hubungan pertuanan dengan Kesultanan Palembang. Wilayah kekuasaan kerajaan Balok di pulau Belitung masuk dalam kategori daerah “Sindang” yang juga bisa disebut sebagai sebuah daerah istimewa dalam lingkup kekuasaan yang lebih luas.
Simpulan ini diperkuat lagi oleh laporan Residen De Heere ketika mengunjungi pulau Belitung pada tahun 1759. Laporan ini dikutip oleh De Groot dan diterbitkan dalam buku Herinneringen aan Blitong terbitan tahun 1887. Dalam laporannya De Heere menyatakan bahwa kekuasaan Raja Palembang kurang begitu berarti di pulau Belitung.

“Sejauh yang saya bisa lihat, sama sekali Raja tidak didengar, penduduk pantai tidak peduli perintahnya. Rakyat pegunungan lebih-lebih tidak menggubris Sultan. Mereka diperintah oleh seorang Depati, seorang Ngabehi Sijuk, Belantu, Buding, dan masih ada seorang Keriya Lenggang, mereka adalah pengurus yang memerintah dan menghukum dengan tidak bertanggung jawab kepada siapa pun dan jika ada kesempatan melapor kepada Raja mengenai tindakannya,”
Residen De Heere, 1759.

Laporan Residen De Heere memberikan gambaran cukup jelas mengenai pemerintahan kerajaan Balok pada abad ke-18. Sehingga jelas bahwa kerajaan Balok adalah sebuah kerajaan yang menguasai sebuah daerah istimewa yang beraviliasi pada Kesultanan Palembang.
Secara fisik, peninggalan kerajaan Balok boleh dibilang sangat minim. Namun ketiadaan bekas tiang kraton, prasasti, ataupun gapura tidak begitu saja menggugurkan eksistensinya dalam sejarah kerajaan-kerajaan di nusantara. Sebab tanpa disadari bekas-bekas peninggalan dari masa kerajaan tersebut masih bisa dijumpai hingga sekarang.

Pusat kerajaan Balok ditandai pakai bendera dalam peta kuno pulau Belitung. Tidak diketahui tahun pembuatan peta ini. Namun yang jelas peta ini dilampirkan dalam laporan Komisaris JJ Sevenhoeven tahun 1823.
Beberapa peninggalan dari masa kerajaan Balok yang masih bisa dijumpai hingga sekarang adalah nama-nama wilayah. Contohnya seperti Balok, Sijuk, Buding, dan Lenggang. Empat daerah tersebut masih menjadi sebuah daerah administrasi yang sekarang bentuknya adalah desa. Sedangkan Belantu hanya sebatas dalam lisan. Secara fisik daerah Belantu kini terbagi menjadi sejumlah desa di Kecamatan Membalong.
Peninggalan lainnya adalah perkampungan di tepian jalan raya lama pulau Belitung, yang sebelumnya sudah diulas dalam Bab VII. Selanjutnya juga ada uang paku yang tersimpan di Museum Pemerintah Kabupaten Belitung. Uang paku tersebut menunjukkan bahwa pengolahan besi di Belitung sudah ada pada masa kerajaan Balok.
Penelitian lebih lanjut mengenai kerajaan Balok masih harus terus dilakukan. Pengambilan simpulan-simpulan yang ada harus diuji kembali dengan kegiatan observasi secara mendalam ke setiap desa di pulau Belitung.  Hal ini perlu dilakukan untuk mencocokkan bukti-bukti empiris dalam literature kuno dengan keterangan ataupun cerita-cerita yang berkembang di tengah masyarakat.

--Selesai--
Baca bagian sebelumnya :
Kerajaan Balok - Part 1
Kerajaan Balok - Part 2
Kerajaan Balok - Part 3
Kerajaan Balok - Part 4
Kerajaan Balok - Part 5
Kerajaan Balok - Part 6
Kerajaan Balok - Part 7
Kerajaan Balok - Part 8
Kerajaan Balok - Part 9